Sabtu, 02 April 2011

Demokratis dan Menghargai Siswa (Menjadi Guru Menyanangkan Part 13)


Seorang guru disebut guru demokratis apabila senantiasa berusaha melibatkan para siswa dalam proses pembelajaran dan pengambilan keputusan yang berkenaan dengan kehidupan mereka. Misalnya, dalam pengambilan keputusan masalah tata tertib, mereka dilibatkan untuk menggodok tata tertib tersebut. Mereka sangat senang apabila guru melibatkan siswa dalam hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan mereka.
            Selain melibatkan siswa dalam kegiatan pembeljaran dan pengambilan keputusan berkenaan dengan kehidupan mereka, guru demokratis senantiasa berusaha menghargai prestasi dan gagasan-gagasan siswa sekecil apa pun. Apabila siswa menunukkan prestasi, guru menghargainya. Jika siswa mengemukakan gagasan, guru menghargai gagasan tersebut lalu mendukung gagasan-gagasan yang baik untuk diwujudkan.
            Guru demokratis dekat dengan siswa-siswinya. Ia tidak suka mendikte mereka dalam proses pembelajaran. Ia selalu melibatkan pemikiran, perasaan, dan pandangan mereka. Apabila mereka salah, ia tidak langsung menjatuhkan hukukman atas kesaahan yang diperbuat, tetapi melibatkan pemikiran dan perasaan mereka sebelum akhirnya menjatuhkan keputusan. Misalnya, jika salah seorang siswanya melanggar tata tertib, guru demokratis akan berusaha mengklarifikasi kesalahan tersebut dan meibatkan siswa yang bersangkutan untuk menemukan kesalahannya sendiri, lalu menunjukkan aturan yang dilanggar, dan selanjutnya menentukan hukuman yang laying untuk dilakukan.
            Guru demokratis sangat disenangi siswa-siswinya, sebab pada dasarnya setiap siswa membutuhkan penghargaan atas ide-ide dan gagasan-gagasan yang dikemukakan olehnya.
            Siswa merupakan sosok manusia yang memiliki rasa seperti halnya kita. Mereka memiliki kebutuhan untuk dihargai dan dihormati. Apabila guru menghargai siswa-siswinya, tentu saja mereka merasa senang dan gembira.
            Guru yang disenangi siswa adalah guru yang menghormati hak-hak siswa, baik hak-hak yang sifatnya umum maupun hak privasi mereka. Guru yang suka mencela, banyak berkomentar buruk tentang siswa-siswinya, dan kurang menghargai pekerjaan serta karya mereka, ia tidak disenangi oleh para siswa. Mereka menggerutu karena sikap guru yang demikian, bahkan ada yang berani melakukan protes terhadapnya.

Berdisiplin, Modal Paling Utama (Menjadi Guru Menyenangkan Part 11)



Guru yang disukai para siswa ternyata adalah guru yang berdisiplin. Artinya, ia tertib dalam melaksanakan segala aturan yang berlaku dan mampu mendisiplinkan para siswa.
            Guru dikatakan berdisiplin apabila mengajar tepat waktu, tidak dikurangi dan tidak dilebihkan. Masuk kelas, beristirahat, dan pulang tepat pada waktunya. Selain itu, jika memberikan tugas, ia memeriksanya dan membagikan hasilnya kepada siswa tepat pada waktunya.
            Sebetulnya, siswa menyenangi sikap disiplin. Mereka menyadari bahwa sikap disiplin sangat berguna bagi kehidupan. Nah, sikap disiplin ini harus dicontohkan dan ditegakkan oleh gurunya. Apabila guru tidak mampu memberikan contoh dan menegakkan disiplin kepada siswa, siswa menjadi liar dan kurang berdisiplin.
            Tentu saja, disiplin dalam dunia pendidikan tidak sama dengan disiplin militer yang kaku. Disiplin dalam pendidikan merupakan proses pembelajaran hidup sehingga tidak setiap kesalahan dijatuhi hukuman.
            Kesalahan yang dilakukan pada kali pertama hendaknya dijadikan sebagai media untuk menyosialisasikan aturan yang dilanggar itu. Namun, dalam hal ini ada pengecualian. Apabila kesalahan yang dilakukan siswa merupakan tindakan pidana yang membahayakan kepentingan umum, hukuman dapat dijatuhkan, tetapi tentu saja proporsional dan edukatif.
            Untuk membiasakan sikap hidup disiplin, guru dapat memberikan contoh atau keteladanan. Dari keteladanan ini siswa dapat mengimitasi apa yang harus dilakukan guru. Selain keteladanan, guru juga dapat membiasakan para siswa untuk menaati aturan-aturan sederhana yang diberlakukan di sekolah secara konsisten. Untuk menegaskan perilaku mereka yang menunjukkan sikap disiplin, guru dapat melakukan reinforcement (peneguhan) atau membari mereka reward (pujian).
            

Rabu, 30 Maret 2011

KEKUATAN DOA SEORANG GURU

Awal kembali ke sekolah di semester dua kemarin, ada perasaan gelisah dan khawatir. Belum-belum sudah disodori daftar siswa yang masuk catatan hitam, maksudnya seringkali mendapat remidi. Sebagai calon pendamping di kelas dua, jujur awalnya saya merasa takut hingga muncul beragam pertanyaan dalam hati, saya bisa nggak ya nanti? Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang terkadang muncul dan pergi. Yah, semoga ini bukan sebuah keraguan dalam melangkah nanti.

Ada waktu sekitar sepekan sebelum back to school untuk mempersiapkan diri. Baca-baca dan mereview bukunya pak Mulyasa tentang Bagaimana Menjadi Guru Profesional sampai saya teringat sebuah buku hadiah dari murid-murid saya waktu PPL di SMPN 8 Malang dulu, judulnya yaitu menjadi Guru di Bawah Bimbingan Allah. Alhamdulillah, batin saya saat itu, akhirnya bermanfaat juga buku ini. Hingga pada akhirnya, saya temukan bahwa ternyata sebuah kekuatan yang luar biasa dari seorang guru adalah bila sang guru memiliki kekuatan ruhiyah yang luar biasa juga. Maksudnya, betapa pun hebatnya kita dalam merancang sebuah pembelajaran, luar biasanya kita dalam merancang sebuah pembelajaran, luar biasanya kita dalam memanage kelas, pun luasnya wawasan dan dalamnya ilmu kita sebgai seorang guru, akan tetapi ada kekuatan yang lebih dahsyat selain itu semua. Kekuatan itu adalah kedekatan kita kepada Allah SWT. Sehingga kekutan itu akan menumbuhkan keikhlasan, sabar dan tawakal, memunculkan karakter tsabat (teguh) dan penuh jiddiyah (kesungguhan), dan membentuk sebuah kepribadian yang bijaksana dan istiqomah sebagai seorang pendidik bukan seorang pengajar yang hanya mengajarkan ilmu pengetahuan di kelas dan setelah itu selesai begitu saja. Bukan semata-mata juga menggugurkan tanggung jawab kepada anak didik dan orang tua anak didik sebagai customer kita.

Barangkali, mulai saat ini perlu kita renungkan bersama betapa dahsyatnya kekuatan doa seorang guru (murabbi) kepada anak didiknya (mutarabbi). Betapa tidak, dalam munajat kita, doa-doa robithah kita setiap pagi dan petang, semuanya adalah solusi paling jitu buat anak-anak kita yang barangkali…yah tidak secermelang teman-temannya (bukan berarti mereka bodoh dan tidak punya potensi loh!). dalam keseharian kita berinteaksi dengan mereka tidak hanya menuntut mereka untuk menuntaskan beberapa mata pelajaran sesuai kurikulum yang ditetapkan sekolah, akan tetapi sebelum kita menuntut itu semua, sudahkah kita melakukan evaluasi terhadap diri kita pribadi? Sudahkah kita mendoakan anak-anak didik kita setiap selesai sholat? Sudahkah kita sebut nama-nama mereka dalam setiap doa-doa kita? Sudahkah kita bayangkan wajah-wajah imut dan lugu mereka dalam setiap munajat kita?

Saudaraku…, sebagai seorang guru, marilah kita bersama-sama mewujudkan cita-cita kita untuk mencetak generasi rabbani dengan penuh keikhlasan dan kesabaran, tsabat dan jiddiyah yang tak terukur, dan hanya ingin mendapatkan balasan semata-mata karena ridho Allah SWT.

Mulai saat ini, dan mulai sekarang kita tidak perlu lagi ragu-ragu, khawatir, dan bahkan takut dalam melangkah. Kita harus yakin bahwa kita punya Allah sebagai sumber kekuatan kita dalam mendidik dan mengantarkan anak-anak didik kita menjadi ‘orang’ yang sukses dunia dan akhirat. Semoga kekuatan doa akan menjadi kekuatan yang kekal untuk menjadikan kita guru yang bermartabat. Amin.

Puisi ini adalah tulisan dari Marva Collins dalam Chicken Soup for The Teacher’s Soul, maknanya sangat mendalam jika mau merenunginya bersama.



Guru…

Guru adalah seseorang yang memimpin

Tidak ada keajaiban dalam pekerjaanku

Aku tidak berjalan di atas air

Aku tidak membelah lautan

Aku hanya mencintaimu…

Anak-anak.



Wahai para guru (murabbi), mulai saat ini marilah kita menjadikan doa sebagai kekuatan kita dalam melangkah dan mengantarkan anak-anak didik kita dalam menggapai cita-citanya. Insya Allah dengan penuh cinta, keikhlasan dan kesabaran, yakinlah bahwa mereka akan membuat kita tersenyum bangga.





tulisan ini ditulis pada momen HARDIKNAS, 2 Mei 2009, tetapi...

sengaja penulis publikasikan lagi untuk saudara-saudaraku tercinta

ust/ustzh SDIT Insan Permata agar kembali menguatkan doa-doanya

kepada para calon mujahid/mujahidah penerus bangsa.

Kamis, 17 Februari 2011

Ikhlas, Khusnudhon, dan Pemaaf (Menjadi Guru Menyanangkan Part 12)



            Salah satu sikap guru yang disukai para siswa adalah tulus (ikhlas) dalam melakukan sesuatu. Sikap tulus adalah sikap tidak mengharapkan imbalan atau pujian dari makhluk atas segala apa yang dikaukannya. Ia mengarjakan segala sesuatu sesuai dengan panggilan hati nurani sehingga terasa menyenangkan.
            Para siswa merasa nyaman relajar dengan guru tulus. Ketulusan gurunya dalam membimbing dan mendidik siswanya dirasa sebagai sumber kekuatan para siswa dalam mencapai cita-cita mereka.
            Guru yang tulus dalam melakukan pekerjaannya tampak tanda-tandanya, seperti berikut ini.
  1. Bekerja dengan semangat yang tinggi.
  2. Mengayomi semua siswanya.
  3. Sabar dalam mengantarkan siswa-siswi menuju cita-cita mereka.
  4. Bekerja atas panggilan jira, bukan karena imanan. Imbalan baginya merupakan hal yang wajar ia tarima, bukan sumber motivasi utama.
  5. Tidak mengharapkan pujia dari sesama manusia.
  6. Bekerja dengan gembira (senang). Artinya, ia dapat menikmati pekerjaannya.
  7. Bajía apabila siswa asuhannya menjadi orang sukses atau berhasil.
Yang kedua selain Ikhlas, hendaknya seorang guru memiliki sikap berpikir positif
(khusnudhon) terhadap segala sesuatu atau setiap kejadian. Guru yang berpikir positif hádala guru yang mampu berpikir dari sisi baiknya terhadap setiap situasi dan keadaan yang ia hadapi. Misalnya, apabila ia menghadapi siswa yang kurang cerdas secara intelektual, guru yang berpikir positif akan memandang siswa dari sisi positifnya, bukan dari ketidakcerdasan intelektualnya. Ia dapat membaca dan menangkap sisi-sisi positif lanilla yang dapat dikembangkan.
            Guru yang berpikir positif selalu optimis dalam melaksanakan proses pembelajaran. Ia tidak pernah berputus asa dalam melaksanakan tugasnya. Siswa seperti apa pun ia layani dengan sikap optimis ini. Hal ini tentu saja akan memberikan kekuatan ruhani lepada para siswa.
            Wajarlah apabila guru berpikir positif disenangi para siswanya. Ia selalu memberikan semangat dan kekuasaan lepada siswanya meskipun situasinya kurang menguntungkan.
            Yang ketia hádala menjadi guru menyenangkan harus memiliki sikap pemaaf. Siswa merupakan sosok manusia yang belum dewasa. Mereka acapkali membuat guru tersinggung, marah, dan sebagainya. Hal ini tentu saja Sangay manusiawi.
            Sebagai orang yang telah dewasa atau didewasakan, guru hendaknya memiliki sikap pemaaf. Sebab, segala apa yang dilakukan siswa pada hakikatnya adalah suatu proses pembelajaran. Mereka dapat diarahkan menjadi manusia yang lebih baik dan lebih berguna.
            Guru tidak boleh berputus asa apabila menghadapi perilaku siswa yang mengecewakan. Semua kesalahan siswa dapat menjadi media pembelajaran yang Sangay bermanfaat bagi pertumbuhan kepribadian mereka. Di sini guru dituntut berpikir positif sehingga tidak ada satu pun perilaku buruk siswa yang menjadi keburukan. Sebaliknya, di tangan guru, perilaku buruk siswa ini menjadi media pembelajaran untuk perbaikan ke depan.
            Di tangan guru pemaaf, perilaku salah siswa dapat diperbaiki. Ia Sangay dicintai para siswanya karena mereka merasa diberi desempatan untuk memperbaiki segala sikap dan perilaku buruk mereka.
            Dalam menerapkan sikap pemaaf ini, tentu saja seorang guru harus mampu menindaklanjuti sikap pemaafnya dengan cermat. Pemberian maaf yang tidak disertai tantangan untuk memperbaiki diri kurang berguna bagi perubahan sikap dan perilaku para siswa. Bahkan, mereka dapat mengulang-ulang kesalahan yang serupa dan sama karena berkeyakinan akan dimaafkan oleh guru mereka.
            Guru pemaaf bukan berarti tidak mau menghukum siswa yang melakukan kesalahan berulang-ulang dengan kesengajaan. Guru pemaaf dapat saja menghukum siswa-siswinya yang melakukan kesalahan yang diulang dengan kesengajaan. Akan tetapi, ia dengan aktif mengarahkan sikap dan perilakunya agar menjadi lebih baik pada masa depan.
            Memaafkan berarti menghapus kesalahan masa lalu. Oleh sebab itu, estela memberikan maaf, guru tidak boleh mengungkit-ungkit kesalahan yang telah dimaafkan. Apabila guru masih melakukan hal ini, berarti ia belum memaafkan mereka. Para siswa paling anti apabila kesalahan masa lalunya diungkit-ungkit, apalagi jika hal itu sudah dimaakan.
            Dalam kenyataan hidup sehari-hari, kita masih sering mendapati guru yang suka mengungkit-ungkit kesalahan masa lalu siswa yang sudah dimaafkan. Sikap seperti ini kurang bijaksana dilakukan seorang guru. Para siswa tidak menyukai sikap yang demikian. Kesalahan masa lalu bagi siswa merupakan aib yang seharusnya ditutupi oleh gurunya.
            Siswa yang sering diungkit-ungkit kesalahan masa lalunya cenderung merasa erus bersalah sehingga ia menjadi beringas dan nekat. Bahkan ia dapat bersikap ekstrem.
            Apabila guru hendak menangani sebuah kesalahan siswa, ia tidak sepatutnya mengungkit-ungkit kesalahan siswa yang terjadi pada masa lalu. Ia hendaknya terfokus pada kesalahan yang sedang dilakukan siswa saat ini saja. Apalagi jika kesalahan tersebut telah dimaafkan.
            Para siswa adalah manusia seperti kita. Mereka memiliki perasaan bersalah, perasaan malu, dan memiliki keinginan untuk memperbaiki diri. Namur, Madang-kadang situasi menuntut mereka melakukan kembali kesalahan yangsama. Nah, sebetulnya mereka menyadari bahwa perilaku mereka itu salah, akan tetapi mereka tidak berdaya. Oleh sebab itu, guru harus mampu memaafkan kesalahan mereka dan tidak bosan-bosannya terus berupaya memperbaiki sikap dan perilaku mereka yang salah itu.
            Guru pemaaf menghadapi segala keburukan dan kesalahan para siswa sebagai suatu hal yang wajar dan manusiawi sehingga ia berusaha dengan sekuat tenaga untuk memperbaki kesalahan mereka agar tidak diulang kembali. Guru pemaaf menyadari bahwa tugasnya hádala memperbaiki siswa-siswinya, bukan merusakkan atau membuat mereka semakin tidak berdaya.


Disiplin, Modal Utama (Menjadi Guru Menyenangkan Part 11)



            Guru yang disukai para siswa ternyata adalah guru yang berdisiplin. Artinya, ia tertib dalam melaksanakan segala aturan yang berlaku dan mampu mendisiplinkan para siswa.
            Guru dikatakan berdisiplin apabila mengajar tepat waktu, tidak dikurangi dan tidak dilebihkan. Masuk kelas, beristirahat, dan pulang tepat pada waktunya. Selain itu, jika memberikan tugas, ia memeriksanya dan membagikan hasilnya kepada siswa tepat pada waktunya.
            Sebetulnya, siswa menyenangi sikap disiplin. Mereka menyadari bahwa sikap disiplin sangat berguna bagi kehidupan. Nah, sikap disiplin ini harus dicontohkan dan ditegakkan oleh gurunya. Apabila guru tidak mampu memberikan contoh dan menegakkan disiplin kepada siswa, siswa menjadi liar dan kurang berdisiplin.
            Tentu saja, disiplin dalam dunia pendidikan tidak sama dengan disiplin militer yang kaku. Disiplin dalam pendidikan merupakan proses pembelajaran hidup sehingga tidak setiap kesalahan dijatuhi hukuman.
            Kesalahan yang dilakukan pada kali pertama hendaknya dijadikan sebagai media untuk menyosialisasikan aturan yang dilanggar itu. Namun, dalam hal ini ada pengecualian. Apabila kesalahan yang dilakukan siswa merupakan tindakan pidana yang membahayakan kepentingan umum, hukuman dapat dijatuhkan, tetapi tentu saja proporsional dan edukatif.
            Untuk membiasakan sikap hidup disiplin, guru dapat memberikan contoh atau keteladanan. Dari keteladanan ini siswa dapat mengimitasi apa yang harus dilakukan guru. Selain keteladanan, guru juga dapat membiasakan para siswa untuk menaati aturan-aturan sederhana yang diberlakukan di sekolah secara konsisten. Untuk menegaskan perilaku mereka yang menunjukkan sikap disiplin, guru dapat melakukan reinforcement (peneguhan) atau membari mereka reward (pujian).

Sabtu, 05 Februari 2011

Tegas, Tetapi Tetap Mengayomi (Menjadi Guru Menyenangkan Part 10)



            Guru memegang peran ganda dalam pembelajaran. Ia bukan hanya harus menampilkan sikap penyayang kepada siswa, melainkan juga harus bersikap tegas. Tegas dalam arti menegakkan aturan-aturan secara  konsisten dan penuh dengan komitmen.
            Guru yang tidak tegas tidak akan dihormati siswa-siswi. Mereka dapat saja mempermainkan atau melecehkan guru yang demikian. Oleh karena itu, dalam kondisi seperti ini guru dituntut untuk menunjukkan sikap tegas.
            Kapan seorang guru menerapkan sikap tegas?
            Sikap tegas diperlukan ketika siswa melanggar aturan dengan unsur kesengajaan. Pada situasi seperti ini, seorang guru harus bersikap tegas menegakkan aturan sehingga aturan dihormati. Demikian pula apabila siswa telah diberi kesempatan berulang-ulang untuk memperbaiki diri, akan tetapi siswa tersebut tidak mau melakukannya, bahkan cenderung mengabaikan apa yang dianjurkan guru, dalam situasi seperti ini seorang guru harus bersikap tegas.
            Ketegasan seorang guru dalam situasi yang tepat dapat menjadi bagian dari proses pembelajaran. Sebaliknya, ketegasan guru yang tidak tepat dapat menjadi sesuatu yang buruk bagi pertumbuhan sikap dan mental siswa. Oleh karena itu, ketegasan harus dilakukan pada situasi dan orang yang tepat.
            Untuk dapat bersikap tegas, tentu saja seorang guru harusmenempuh langkah-langkah yang terstruktur. Apabila langkah-langkah yang seharusnya ditempuh telah dilakukan secara maksimal, tetapi ternyata siswa tidak mengindahkan apa yang seharusnya dilakukan, disinilah guru menunjukkan sikap tegas. Sikap tegas yang demikian sangat membantu pertumbuhan sikap dan mental siwa. Selain itu, sikap tegas yang demikian juga dapat meningkatkan wibawa guru di mata siswa.
            Hal yang juga harus diperhatikan oleh guru dalam menerapkan sikap tegas ini adalah harus pandai membuat berbagai alternatif solusi (penyelesaian masalah). Sebab, bisa jadi anak yang diperlakukan tegas ini menderita shock. Apabila terjadi hal demikian, guru tetap menjalankan ketegasannya, tetapi harus memberikan solusi agar keadaan siswa yag shock tadi dapat diatasi secara cermat dan proporsional.
Selain memiliki sikap tegas, menjadi guru menyenangkan juga harus memiliki sikap mengayomi para siswanya. Mengana demikian? Karena seorang guru akan dihadapkan pada berbagai karakter siswa yang berlainan. Bahkan, kadang kala terjadi benturan antara karakter siswa yang satu dengan yang lainnya. Dalam menghadapi situasi seperti ini, guru dituntut mempu mengayomi semua siswanya dengan berbagai macam karakter yang berbeda-beda.
            Guru tidak boleh berpihak pada salah seorang atau sekelompok siswa tertentu saja. Guru harus mampu mengayomi semua siswa, termasuk siswa yang nakal atau pembuat onar melakukan kesalahan, guru harus memapu meluruskannya, tetapi di sisi lain adalah melindungi sisi kemanusiaannya, bukan melindungi perilaku buruknya.
            Kadang-kadang tejadi situasi ketika guru tidak dapat melindungi siswanya karena sering merasakan dikecewakan. Hal demikian tentu saja tidak bijaksana dilakukan seorang guru kepada siswanya. Sekecewa apa pun guru oleh sikap dan perilaku siswa-siswinya, ia tetap harus dapat mengayomi mereka. Mereka adalah anak-anak yang belum dewasa, yang masih memerlukan perlindungan dan pengayoman dari gurunya, meskipun di sisi lain kenakalan mereka juga mengecewakan gurunya.
Para guru, keep SMILE .... J

Senin, 24 Januari 2011

Sabar, Rendah Hati, dan Penyayang Impian Semua Orang (Menjadi Guru Menyenangkan Part 9)



1. Menjadi guru menyenangkan harus S-A-B-A-R
            Dalam menjalankan tugasnya, guru tidak terlepas dari berbagai ujian dan cobaan, terutama dari siswa-siswinya. Ujian dan cobaan itu dapat berupa sikap siswa yang kurang memahami proses pembelajaran, ketidakdisiplinan siswa, dan berbagai bentuk ujian lainnya. Untuk mengatasi persoalan itu diperlukan kesabaran seorang guru. Sabar dalam konteks ini bukan berarti menerima apa adanya terhadap apa yang terjadi lalu berdiam diri saja. Sabar dalam konteks ini adalah menerima ujian sebagai sesuatu yang menantang dan mendidik untuk lebih maju.
            Jika siswa kurang berdisiplin, guru hendaknya terus berusaha dengan berbagai pendekatan dan metode positif seingga siswa berubah menjadi disiplin. Apabila siswa kurang pintar, guru penyabar selalu menguapayakan agar siswa atau peserta didiknya itu secara bertahap berubah menjadi lebih pintar, dan seterusnya. Dengan kata lain, guru penyabar adalah guru yang telaten dalam mendidik siswa-siswinya sampai mereka benar-benar mencapai tujuan pendidikan.
            Guru penyabar menyadari bahwa tugasnya adalah memperbaiki siswa-siswinya. Oleh karena itu, ia tidak akan berputus asa dalam menghadapi sikap dan perilaku mereka yang aneh-aneh dan macam-masam. Apa pun yang terjadi pada mereka, ia terus berusaha memperbaiki dengan penuh rasa tanggung jawab dan tak kenal menyerah.

2. Selalu Rendah Hati
            Salah satu hal yang disukai dari penampilan dan sikap seseorang adalah sikap rendah hati. Sikap rendah hati ialah sikap tidak mengagungkan diri meskipun sebetulnya ia patut diagungkan. Sikap ini sangat menyenangkan orang lain. Orang dengan sikap rendah hati memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berkomunikasi secara bebas dan terbuka.
            Dengan sikap renda hati, secara tidak langsung guru memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengembangkan gagasan, kreativitas, dan kemampuannya. Bahkan, dengan sikap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bersikap berani mengemukakan perasaan, gagsan, dan pikiran. Di tangan guru yang rendah hati, siswa dapat berkembang menjadi lebih maju.

3. Tetap Penyayang
            Ada pepatah yang mengatakan, “Siapa menanam cabai, ia akan menuai cabai.” Artinya, siapa pun orang yang menanam kebaikan, ia akan memperoleh kebaikan. Sebaliknya, siapa yang menanam keburukan, ia akan menuai keburukan. Demikian pula apabila seorang guru menyayangi siswa-siswinya, ia akan disayang oleh mereka.
            Guru penyayang bukan berarti membiarkan siswa-siswinya melakukan apa saja yang mereka inginkan dengan sekehendak hati mereka. Guru penyayang memahami betul perannya, kapan ia harus mendukung siswa, menasihati, memarahi, dan membiarkan suatu perilaku siswa.
            Guru penyayang bukan berarti tidak dapat menghukum siswa yang melakukan pelanggaran. Ia bias menghukum siswa apabila layak dijatuhi hukuman dengan penuh rasa kasih sayang sehingga hukuman dengan penuh kasih saying bagi siswa tidak terasa sebagai tidakan pengucilan atau tekanan terhadap dirinya, tetapi sebagai proses pembelajaran.
            Guru penyayang memperlakukan siswa-siswinya secara arif, bijak, dan sesuai dengan kebutuhan mereka.
Menjadi guru menyenagkan harus memiliki ketiga hal di atas, bagaimana anda SIAP???