Senin, 22 November 2010

Welcome to my class, TOSI!

PILIH yang MANA?

Guru yang biasa-biasa, BERBICARA.
Guru yang bagus, MENERANGKAN.
Guru yang hebat, MENDEMONSTRASIKAN.
Guru yang agung, MENGINSPIRASI
(William Arthur Ward)

Harapan Anda Menentukan Pilihan Perhatian Anda

Jika anda berharap untuk menjadi seorang guru berpengaruh, dan kemudian menjadi pembesar dalam dunia pendidikan yang memimpin dengan adil, tegas, dan penuh kasih sayang-Anda harus memilihkan bagi diri Anda hal-hal yang penting untuk Anda perhatikan. Seperti, Anda akan memilih urusan-urusan yang penting dan berdampak besar untuk Anda khawatirkan dan pikirkan, Anda akan mempelajari halhal yang membesarkan peran Anda sebagai guru, sebagai anggota organisasi dan masyarakat. Anda akan mensaabatkan diri dengan orang-orang baik yang berpihak kepada keberhasilan Anda, dan Anda akan melatihkan kebijakan kepada diri Anda sendiri di dalam jalan-jalan kepemimpinan
(Mario Teguh dalam Guru Malas Guru Rajin-Ramuan Ajaib untuk Menjadi Guru Menyenangkan)

My Family

Studi Visual

Waktu...

Ambillah waktu untuk berpikir
Itu adalah sumber kekuatan
Ambillah waktu untuk bermain
Itu rahasiadari masa muda yang abadi
Ambillah waktu untuk membaca
Itu adalah sumber kebijaksanaan
Ambillah waktu untuk berdoa
Itu adalah hak istimewayang diberikan Sang Pencipta
Ambillah waktu untuk bersahabat
Itu adalah jalan menuju kebahagiaan
Ambillah waktu untuk tertawa
Itu adalah musik yang menggetarkan jiwa
Ambillah waktu untuk memberi
Itu adalah hari yang sangat singkat untuk kepentingan diri sendiri
Ambillah waktu untuk bekerja
Itu adalah nilai keberhasilan
Ambillah waktu untuk beriman
Itu adalah kunci menuju surga

You can’t manage time
You manage your
use of it or else time will manage you!

Tips untuk Anda yang Belum Jadi Pendengar yang Baik

Beberapa tips untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam mendengarkan:
  1. Dengarkan dengan mata yang tertuju pada si pembicara, ikuti irama, intonasi suara bahkan mimik Anda ketika harus memberi tanggapan atau respon.
  2. Jangan menyela atau menginterupsi ketika si pembicara sedang asyik menceritakan sesuatu.
  3. Dengarkan apa yang mereka ucapkan maupun yang belum terucapkan.
  4. Dengarkan sambil melakukan evaluasi untuk mengetahui minat orang lain tersebut.
  5. Dengarkan untuk mengetahui bidang-bidang yang mereka pernah takuti dan pernah terluka.
  6. Dengarkan seperti anda didengarkan.

Refleksi Diri

Abraham Lincoln pernah bertutur, “Pada dasarnya seseorang mampu mengatasi masalah hidupnya, namun jika Anda ingin melihat karakter ‘asli’ orang tersebut, berilah dia kewenangan.”

Kamis, 18 November 2010

CARA-CARA MENGENDALIKAN KEMARAHAN DIRI AGAR TIDAK MELUKAI ORANG LAIN

1.   Cari alasan yang masuk akal mengapa kita harus marah.
2.  Pahami seandainya kita menjadi orang yang terkena marah.
3.  Menahan diri sekian detik sambil menarik nafas panjang sebelum bereaksi apa pun terhadap apa yang terjadi.
4.  Tuliskan uneg-uneg kita terlebih dahulu baru kemudian memanggil yang bersangkutan untuk diminta pertanggungjawaban.
5.  Perbanyaklah bergaul dengan orang-orang yang sabar dan sudah berhasil menahan amarah.

MAN IN THE MIRROR (Dale Winbrow)

Jika anda berjuang dan mendapatkan apa yang anda
mau
dan dunia membuat anda menjadi raja sehari
Pergilah ke kaca dan tataplah dirimu
Dengarkanlah apa yang dikatakan orang dalam cermin

Ia bukanlah bapak, ibu, atau istrimu
yang selalu berpihak kepadamu
Orang yang sangat berpengaruh terhadap dirimu
adalah orang yang menatapmu di cermin tersebut

 Ia adalah orang yang harus anda layani
karena ia dan anda yang akan menjalani sampai akhir
Dan anda telah berhasil melalui ujian terberat dan paling berbahaya

Jika anda dan orang dalam cermin tersebut berhasil menjadi teman
 Anda bisa saja menipu seluruh dunia
serta membuat semua orang bertepuk tangan
Namun, yang anda dapatkan hanyalah sakit hati dan air mata, jika anda menipu orang di dalam cermin tersebut!

KEMENANGAN (Herbert Kauffman)

Kau seorang yang biasa membual
bahwa sesuatu yang besar
akan kau capai pada suatu saat nanti

Sebenarnya kau hanya mau pamer
betapa luas pengetahuanmu
dan betapa jauh yang akan kau tempuh

Setahun sudah kita lewatkan
gagasan baru apa yang muncul di benakmu?
Berapa banyak peristiwa bernilai yang sudah kau lakukan?

Dua belas penuh di tanganmu
Apa yang sudah kau perbuat untuk meraih peluang-peluang baru?
Di daftar nama orang-orang berhasil, namamu tidak tercantum

Jelaskan, kenapa?
Bukan peluang yang kau tidak punya
Seperti biasa… kau tidak berbuat apa-apa


Selasa, 09 November 2010

MENJADI GURU KAYA

Memang bisa ya, kita menjadi kaya walaupun hanya bekerja sebagai seorang guru?,tanya seorang ustadzah kepada saya beberapa waktu yang lalu. Sebelum saya menjawabnya, ada yang berusaha untuk memberikan jawaban bijak kepada beliau. Mungkin saja ustadzah, kalau kita ikhlas insya Allah kita akan kaya hati, artinya kita merasa cukup dengan apa yang kita dapatkan sekarang. Tetapi, di sudut yang lain ada yang menimpali; jadi guru bisa kaya? jangan harap deh hanya menjadi seorang guru kita bisa kaya, mimpi kali ye!
            Itulah barangkali cuplikan obrolan santai yang biasa terdengar di ruang guru sebuah sekolah dasar swasta di pinggir kota Malang, tempat saya mengajar. Obrolan di atas mungkin terdengar sangat klise di telinga kita masing-masing, apalagi bagi kita seorang guru. Tetapi, ternyata kita perlu telusuri sebenarnya apa sih makna pertayaan tadi? Dan yang tak kalah penting, sebagai seorang guru (baca: pendidik) hal yang perlu kita ubah adalah cara berpikir kita tentang makna kata kaya tadi dikaitkan dengan tujuan kita menjadi seorang guru yang bukan hanya seorang pencari kerja semata.
            Ketika kita bicara soal kata kaya, yang terbayang di benak kita pasti materi. Padahal ketika kita melihat makna kaya dalam kamus, kata kaya tidak hanya mengarah kepada hal-hal yang berbau materi, tetapi lebih mengarah kepada subyek yang mempunyai (memiliki) banyak sesuatu. Nah, sesuatu ini saya rasa tidak adil ketika hanya diterjemahkan sebagai materi saja. Lalu, sekarang apa kaitannya dengan profesi kita sebagai seorang guru?Apakah seorang guru tidak boleh menjadi kaya?Atau bahkan ditakdirkan kaya raya?
            Seorang guru itu menurut saya harus menjadi kaya, jika memang belum kaya. Dan, bagi yang sudah kaya tidak terlena dengan kekayaannya, karena kekayaan itu sifatnya tidak kekal dan bisa habis jika kita hanya menikmati saja tanpa berusaha menambah. Saya juga berpendapat bahwa mutlak bagi seorang guru itu mempunyai kekayaan yang melimpah. Lalu, apa saja kekayaan yang mutlak harus dimiliki oleh seorang guru?
Pertanyaan di atas barangkali menggelitik benak kita. Bagaimana tidak? Seperti para elit politik yang siap kekayaannya diaudit ketika melakukan fit and proper test ketika seleksi menjadi menteri, kepala daerah, dan pejabat teras lainnya. Begitu juga seharusnya dengan kita, para guru. Sehingga, saya kemudian mengartikan bahwa seorang guru menurut saya harus memiliki kekayaan dengan standar minimal sebagai berikut:
Pertama, guru harus kaya ilmu. Sebagai seorang guru kita harus memiliki mental haus akan ilmu. Artinya, semangat kita untuk mengetahui hal-hal baru di luar apa yang kita ajarkan adalah penting.
Suatu hari saya pernah ditanya salah seorang siswa saya, lebih kurang begini pertanyaannya; Ustadzah, menurut Ustadzah alien itu ada apa tidak?Trus, kalau nggak ada alien, kenapa ditemukan piring terbang di Benua Amerika?Aku tadi pagi melihat beritanya di  televisi. Saya bingung harus menjawab pertanyaan siswa saya tersebut. Kenapa? Karena saya tidak memiliki pengetahuan tentang alien, UFO, dan piring terbang.
Menjadi guru mungkin semua orang bisa. Tetapi menjadi guru yang memiliki keahlian dalam mendidik atau mengajar perlu pendidikan, pelatihan dan jam terbang yang memadai. Sehingga, guru yang kaya ilmu adalah guru yang memiliki kemampuan intelektual yang memadai, kemampuan memahami visi dan misi pendidikan, keahlian mentrasfer ilmu pengetahuan atau  metodelogi pembelajaran, memahami konsep, perkembangan anak/psikologi perkembangan, kemampuan mengorganisir dan problem solving, kreatif dan memiliki seni dalam mendidik.
Kedua, guru harus kaya hati, kaya hati sangat perlu dimiliki oleh para guru, karena di dalam hatilah tempat keikhlasan itu, tanpa keikhlasan ilmu yang kita berikan kepada anak didik kita akan sia-sia.
Seperti yang dikatakan oleh Aa Gym, bahwa
Ketiga, yang tida kalah penting guru harus kaya kreatifitas. Mengapa? Karena tidak semua guru bisa menjadi guru kreatif. Suatu contoh, ada sebuah cerita di sebuah sekolah yang sama. Begini, beberapa waktu yang lalu saya sempat mendengar keluh kesah salah seorang guru pada saya. Tepatnya, beliau mengeluh tentang anak-anak yang jarang bisa “diatur” ketika pelajaran dimulai. Lalu, saya pun tertarik untuk balik bertanya. Kenapa ya, ustadzah? Beliau pun  akhirnya menjawab singkat, apa mungkin saya kurang kreatif, ya? hingga saya pikir jawabannya lebih mengarah kepada pertanyaan balik yang ditujukan kepada dirinya sendiri. Instrospeksi diri, nih!
Kreatif, tujuh huruf ini yang membuat sebagian guru masih merasa kesulitan. Hingga akhirnya mereka memilih menjadi guru yang “biasa-biasa” saja. Padahal kalau kita mau mencari artinya, yang kita dapatkan hanya sebuah definisi yang cukup padat, singkat, dan jelas yaitu memiliki daya cipta atau berarti pekerjaan yang menghendaki kecerdasan dan imajinasi. Lho? berarti, sebagai seorang guru bisa dikatakan kreatif (memiliki kreativitas) jika ia memiliki kemampuam untuk menciptakan sesuatu, dong! Lalu, sesuatu itu dianggap memiliki kreatifitas, jika bagaimana?
Merujuk dari teori marketingnya James Gui, kreatif itu tidak harus benar-benar menciptakan tetapi rumusnya adalah ATM (Amati, Tiru, dan Modifikasi) dari produk yang sudah ada. Nah, ternyata mudah bukan kalau kita sudah tahu ilmunya?
Keempat, adalah kaya nasehat. Seorang guru yang memiliki qaulan tsaqiila akan memberika pengaruh yang besar bagi anak didiknya. Bagaimana tidak, kesannya akan berbeda ketika satu kecap kata yang keluar dari lisan guru itu bisa membuat anak didik kemudian terdiam dan terdorong untuk melakukan nasehat yang diperintahkan oleh guru. Tetapi, sebaliknya tak satu pun kata-kata yang keluar dari lisan kita dilaksanakan, bahkan didengar pun tidak. Masya Allah, semoga buka termasuk dari kita.
Lalu, bagaimana kunci seorang guru agar memiliki qaulan tsakqiila? Qaulan tsaqiila akan dimiliki oleh seorang guru jika ia memiliki kedekatan yang  luar biasa dengan penciptaNya, yaitu Allah SWT. Sehingga apa pun yang ia katakan selalu bernilai (berbobot) terutama effect-nya kepada anak didik.
 Kelima, guru harus kaya doa. Mengapa? Doa adalah otaknya ibadah. Doa adalah senjata yang paling ampuh bagi seorang guru untuk keberhasilan murid-muridnya. Saya jadi teringat sebuah kisah yang sempat saya alami dan bahkan sempat saya tulis setahun yang lalu tentang daftar hitam murid-murid yang langganan remidi, kurang matang psikologi, bahkan divonis untuk tidak naik kelas. Akan tetapi, kenyataannya akhirnya mereka naik juga ke jenjang selanjutnya. Lalu siapa yang membuat mereka bisa naik kelas? Ya tentu jawabnya kita, guru.
Menyempatkan untuk menyebut nama dan membayangkan wajah anak-anak didik kita seraya memohon kepada Allah SWT keberhasilan atas diri mereka adala sesuatu yang  sangat berarti bagi mereka. Saya sempat merenung, bisa jadi kita saat ini berhasil dan mendapatkan hidayah seperti bisa jadi karena do’a dari para guru kita dahulu.

MARS GURU INSAN PERMATA

Kami guru Insan Permata
Sekolah Dasar Islam Terpadu
Slalu semangat, cermat dan hebat
Tak pernah terlambat

Mengabdi dengan spenuh hati
Tanpa mengharapkan gaji tinggi
Berhati bersih, tulus dan suci mencetak generasi robbani

Slalu semangat tak kenal henti
Jiwa raga diberikan tulus hati
Semuanya tanpa mengharap pamrih hanya  ridho ilahi  2x


ANAK DIDIK YANG SEMAKIN NAKAL ATAU ...?

Guru yang semakin tidak sabar? Itulah barangkali kalimat yang menurut saya pas untuk melanjutkan pertanyaan di atas. Anak-anak sekarang ini kok nakalnya itu berbeda dengan nakalnya anak-anak di zaman kita, ya? Itulah komentar salah seorang guru pada saya beberapa waktu yang lalu.
            Nakal, bagi sebagian besar anak saya yakin tidak ada yang mau mendapatkan gelar tersebut. Mengapa? Sebenarnya, kalau kita mau bertanya langsung kepada anak-anak tentang anak nakal, jawaban yang muncul adalah nakal ya nakal, pokoknya nakal itu ya nakal, nakal itu usil, suka mengganggu. Sehingga dari peryataan tersebut jelas bahwa sebenarnya mereka masih bingung dan menebak-nebak apa sebenarnya nakal itu. Akan tetapi, kemudian lingkunganlah yang membuat seorang anak itu yakin bahkan ketika banyak orang yang mengatakan bahwa dia anak nakal secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama, secara otomatis otak bawah sadar anak pun akan mengatakan bahwa aku adalah anak nakal karena orang-orang sering mengatakan aku nakal. Kesimpulan sepihak dari anak ini kemudian akan menjadi dampak yang serius pada perkembangan psikologisnya, sehingga akan muncul citra diri yang negatif pada diri anak bahwa dia memang anak yang nakal.
 Sebagai seorang guru (baca: pendidik) saya memang sangat berhati-hati dengan satu kata ini, nakal. Karena saya merasa bahwa ketika kita mengatakan bahwa anak didik kita nakal, bisa jadi itu adalah sebuah doa sehingga anak didik tersebut benar-benar menjadi anak nakal. Pertanyaan saya pun setiap hari terus berkembang tentang anak nakal ini. Benarkah memang ada anak nakal? Benarkah kenakalan anak sekarang sudah mengalami peningkatan dibanding dengan zaman kita dulu?
 Saya memang sempat merenung lama, mencoba untuk mencari makna “nakal” kemudian mengutak-atik dan membolak-balikannya lagi dalam pikiran saya. Hingga, akhirnya mata hati (bashirah) saya mulai terbuka ketika beberapa waktu yang lalu saya mengahadiri sebuah seminar parenting yang diadakan sebuah yayasan pendidikan di kota Batu. Ada yang membuat saya dan peserta lain seolah terhakimi. Betapa tidak? Karena saat itu pembicara sempat melontarkan sebuah pertanyaan yang membuat semua peserta takjub. Di awal prentasinya, pembicara mengajukan sebuah pertanyaan luar biasa kepada para peserta seminar. Pertanyaannya demikian, ibu-ibu..., apakah ibu-ibu yang hadir di sini pernah atau ada yang melahirkan anak nakal? Tentu saja tak satu pun peserta yang hadir saat itu memberikan jawaban iya, tetapi sebaliknya serempak menjawab tidak.
            Memang benar, bahwa anak nakal itu tidak dilahirkan akan tetapi diciptakan. Terus, siapa yang menciptakan? Sadarkah kita bahwa peran kita sebagai guru, orang yang paling dekat dan bertanggung jawab kepada anak didik di sekolah sangat besar dalam menciptakan seorang anak itu menjadi anak nakal atau tidak? Coba kita renungkan bersama, bisa jadi celetukan-celetukan tanpa sadar yang kita lontarkan kepada anak didik kita selama ini membuat perkembangan psikologi mereka memiliki citra diri negatif.  Bahkan pernyataan kita ketika membandingkannya dengan kenakalan kita di zaman dulu juga sebuah kesalahan?
            Lalu, dimana letak kesalahannya? Kesalahan tersebut bearangkat dari pertanyaan di atas tadi. Mestinya ketika kita membuat perbandingan terhadap perbedaan tingkat kenakalan anak didik di zaman sekarang dan zaman dulu akan lebih adil jika kita juga membuat perbandingan pada tingkat kesabaran guru sekarang dengan guru zaman dulu dalam menghadapi anak nakal. Dahulu, barangkali kalau kita bicara sosok guru yang terbayang di benak kita pasti sosok yang sederhana, taat beribadah, dan jarang berkeluh kesah. Sampai ada sebuah cerita demikian, kalau guru zaman dahulu bangun paginya saja pukul tiga, kemudian shalat tahajud, dan tak lupa berdoa menyebut satu persatu nama anak didiknya. Sehingga lebih sabar ketika menghadapi tingkah laku anak didiknya  Sebaliknya, guru zaman sekarang bangun paginya melewati adzan shubuh, tak sempat sholat tahajud, apalagi berdoa untuk anak didiknya. Jangankan berdoa bahkan nama satu-persatu anak ddiknya saja kadang masih lupa dan sering terbolak-balik. Masya Allah, semoga hal yang demikian tidak terjadi pada kita, seorang guru zaman sekarang.
            Anak nakal dan guru sabar. Sebenarnya dua hal ini memiliki korelasi ketika kita mencoba memaknai surat cinta dari-Nya. Di sana memang sudah disampaikan bahwa harta dan anak-anak kita adalah ujian (cobaan) bagi kita, sehingga kita diminta untuk bersabar menghadapi cobaan tersebut, tak terkecuali bagi kita seorang guru. Kita harus memiliki kesabaran dalam diri kita ketika menghadapi dan menyikapi perilaku anak. Sehingga ketika kita sudah memiliki kemampuan untuk bersabar dan mengingat bahwa anak nakal itu adalah ujian. Insya Allah semua akan lapang, sehingga tidak ada reaksi negatif dari kita untuk menyebut perilaku meyimpang dari anak didik kita dengan memberinya gelar/predikat anak nakal.

SEKUNTUM BUNGA UNTUK GURU-GURU TERCINTA
(Persembahan untuk para guru di Hari Pendidikan Nasional)

Allah ciptakan matahari, yang tak pernah bosan bersinar, seperti halnya semangat dan kasih sayangmu dalam mendidik kami, wahai guruku......

Allah ciptakan bulan untuk menerangi malam, seperti halnya engkau guru, yang selalu membimbing dan menerangi kami dengan berbagai ilmu

Allah ciptakan bintang dimalam hari sebagai penghias, seperti halnya engkau guru, yang selalu menghiasi hari-hari kami dengan begitu indahnya.

Allah ciptakan bunga yang begitu harum, seperti halnya engkau  guru yang telah memberikan keharuman pada hari-hari kami, selama kami bermain dan belajar di sekolah.

Wallahu a’lam bishowab.


                                                                        Malang yang basah, 28 April 2010
                                                Untuk anak-anakku di Insan Permata, dengan segenap cinta 
maafkan ustadzah kalau belum bisa bersabar, ya!