Sabtu, 02 April 2011

Demokratis dan Menghargai Siswa (Menjadi Guru Menyanangkan Part 13)


Seorang guru disebut guru demokratis apabila senantiasa berusaha melibatkan para siswa dalam proses pembelajaran dan pengambilan keputusan yang berkenaan dengan kehidupan mereka. Misalnya, dalam pengambilan keputusan masalah tata tertib, mereka dilibatkan untuk menggodok tata tertib tersebut. Mereka sangat senang apabila guru melibatkan siswa dalam hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan mereka.
            Selain melibatkan siswa dalam kegiatan pembeljaran dan pengambilan keputusan berkenaan dengan kehidupan mereka, guru demokratis senantiasa berusaha menghargai prestasi dan gagasan-gagasan siswa sekecil apa pun. Apabila siswa menunukkan prestasi, guru menghargainya. Jika siswa mengemukakan gagasan, guru menghargai gagasan tersebut lalu mendukung gagasan-gagasan yang baik untuk diwujudkan.
            Guru demokratis dekat dengan siswa-siswinya. Ia tidak suka mendikte mereka dalam proses pembelajaran. Ia selalu melibatkan pemikiran, perasaan, dan pandangan mereka. Apabila mereka salah, ia tidak langsung menjatuhkan hukukman atas kesaahan yang diperbuat, tetapi melibatkan pemikiran dan perasaan mereka sebelum akhirnya menjatuhkan keputusan. Misalnya, jika salah seorang siswanya melanggar tata tertib, guru demokratis akan berusaha mengklarifikasi kesalahan tersebut dan meibatkan siswa yang bersangkutan untuk menemukan kesalahannya sendiri, lalu menunjukkan aturan yang dilanggar, dan selanjutnya menentukan hukuman yang laying untuk dilakukan.
            Guru demokratis sangat disenangi siswa-siswinya, sebab pada dasarnya setiap siswa membutuhkan penghargaan atas ide-ide dan gagasan-gagasan yang dikemukakan olehnya.
            Siswa merupakan sosok manusia yang memiliki rasa seperti halnya kita. Mereka memiliki kebutuhan untuk dihargai dan dihormati. Apabila guru menghargai siswa-siswinya, tentu saja mereka merasa senang dan gembira.
            Guru yang disenangi siswa adalah guru yang menghormati hak-hak siswa, baik hak-hak yang sifatnya umum maupun hak privasi mereka. Guru yang suka mencela, banyak berkomentar buruk tentang siswa-siswinya, dan kurang menghargai pekerjaan serta karya mereka, ia tidak disenangi oleh para siswa. Mereka menggerutu karena sikap guru yang demikian, bahkan ada yang berani melakukan protes terhadapnya.

Berdisiplin, Modal Paling Utama (Menjadi Guru Menyenangkan Part 11)



Guru yang disukai para siswa ternyata adalah guru yang berdisiplin. Artinya, ia tertib dalam melaksanakan segala aturan yang berlaku dan mampu mendisiplinkan para siswa.
            Guru dikatakan berdisiplin apabila mengajar tepat waktu, tidak dikurangi dan tidak dilebihkan. Masuk kelas, beristirahat, dan pulang tepat pada waktunya. Selain itu, jika memberikan tugas, ia memeriksanya dan membagikan hasilnya kepada siswa tepat pada waktunya.
            Sebetulnya, siswa menyenangi sikap disiplin. Mereka menyadari bahwa sikap disiplin sangat berguna bagi kehidupan. Nah, sikap disiplin ini harus dicontohkan dan ditegakkan oleh gurunya. Apabila guru tidak mampu memberikan contoh dan menegakkan disiplin kepada siswa, siswa menjadi liar dan kurang berdisiplin.
            Tentu saja, disiplin dalam dunia pendidikan tidak sama dengan disiplin militer yang kaku. Disiplin dalam pendidikan merupakan proses pembelajaran hidup sehingga tidak setiap kesalahan dijatuhi hukuman.
            Kesalahan yang dilakukan pada kali pertama hendaknya dijadikan sebagai media untuk menyosialisasikan aturan yang dilanggar itu. Namun, dalam hal ini ada pengecualian. Apabila kesalahan yang dilakukan siswa merupakan tindakan pidana yang membahayakan kepentingan umum, hukuman dapat dijatuhkan, tetapi tentu saja proporsional dan edukatif.
            Untuk membiasakan sikap hidup disiplin, guru dapat memberikan contoh atau keteladanan. Dari keteladanan ini siswa dapat mengimitasi apa yang harus dilakukan guru. Selain keteladanan, guru juga dapat membiasakan para siswa untuk menaati aturan-aturan sederhana yang diberlakukan di sekolah secara konsisten. Untuk menegaskan perilaku mereka yang menunjukkan sikap disiplin, guru dapat melakukan reinforcement (peneguhan) atau membari mereka reward (pujian).
            

Rabu, 30 Maret 2011

KEKUATAN DOA SEORANG GURU

Awal kembali ke sekolah di semester dua kemarin, ada perasaan gelisah dan khawatir. Belum-belum sudah disodori daftar siswa yang masuk catatan hitam, maksudnya seringkali mendapat remidi. Sebagai calon pendamping di kelas dua, jujur awalnya saya merasa takut hingga muncul beragam pertanyaan dalam hati, saya bisa nggak ya nanti? Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang terkadang muncul dan pergi. Yah, semoga ini bukan sebuah keraguan dalam melangkah nanti.

Ada waktu sekitar sepekan sebelum back to school untuk mempersiapkan diri. Baca-baca dan mereview bukunya pak Mulyasa tentang Bagaimana Menjadi Guru Profesional sampai saya teringat sebuah buku hadiah dari murid-murid saya waktu PPL di SMPN 8 Malang dulu, judulnya yaitu menjadi Guru di Bawah Bimbingan Allah. Alhamdulillah, batin saya saat itu, akhirnya bermanfaat juga buku ini. Hingga pada akhirnya, saya temukan bahwa ternyata sebuah kekuatan yang luar biasa dari seorang guru adalah bila sang guru memiliki kekuatan ruhiyah yang luar biasa juga. Maksudnya, betapa pun hebatnya kita dalam merancang sebuah pembelajaran, luar biasanya kita dalam merancang sebuah pembelajaran, luar biasanya kita dalam memanage kelas, pun luasnya wawasan dan dalamnya ilmu kita sebgai seorang guru, akan tetapi ada kekuatan yang lebih dahsyat selain itu semua. Kekuatan itu adalah kedekatan kita kepada Allah SWT. Sehingga kekutan itu akan menumbuhkan keikhlasan, sabar dan tawakal, memunculkan karakter tsabat (teguh) dan penuh jiddiyah (kesungguhan), dan membentuk sebuah kepribadian yang bijaksana dan istiqomah sebagai seorang pendidik bukan seorang pengajar yang hanya mengajarkan ilmu pengetahuan di kelas dan setelah itu selesai begitu saja. Bukan semata-mata juga menggugurkan tanggung jawab kepada anak didik dan orang tua anak didik sebagai customer kita.

Barangkali, mulai saat ini perlu kita renungkan bersama betapa dahsyatnya kekuatan doa seorang guru (murabbi) kepada anak didiknya (mutarabbi). Betapa tidak, dalam munajat kita, doa-doa robithah kita setiap pagi dan petang, semuanya adalah solusi paling jitu buat anak-anak kita yang barangkali…yah tidak secermelang teman-temannya (bukan berarti mereka bodoh dan tidak punya potensi loh!). dalam keseharian kita berinteaksi dengan mereka tidak hanya menuntut mereka untuk menuntaskan beberapa mata pelajaran sesuai kurikulum yang ditetapkan sekolah, akan tetapi sebelum kita menuntut itu semua, sudahkah kita melakukan evaluasi terhadap diri kita pribadi? Sudahkah kita mendoakan anak-anak didik kita setiap selesai sholat? Sudahkah kita sebut nama-nama mereka dalam setiap doa-doa kita? Sudahkah kita bayangkan wajah-wajah imut dan lugu mereka dalam setiap munajat kita?

Saudaraku…, sebagai seorang guru, marilah kita bersama-sama mewujudkan cita-cita kita untuk mencetak generasi rabbani dengan penuh keikhlasan dan kesabaran, tsabat dan jiddiyah yang tak terukur, dan hanya ingin mendapatkan balasan semata-mata karena ridho Allah SWT.

Mulai saat ini, dan mulai sekarang kita tidak perlu lagi ragu-ragu, khawatir, dan bahkan takut dalam melangkah. Kita harus yakin bahwa kita punya Allah sebagai sumber kekuatan kita dalam mendidik dan mengantarkan anak-anak didik kita menjadi ‘orang’ yang sukses dunia dan akhirat. Semoga kekuatan doa akan menjadi kekuatan yang kekal untuk menjadikan kita guru yang bermartabat. Amin.

Puisi ini adalah tulisan dari Marva Collins dalam Chicken Soup for The Teacher’s Soul, maknanya sangat mendalam jika mau merenunginya bersama.



Guru…

Guru adalah seseorang yang memimpin

Tidak ada keajaiban dalam pekerjaanku

Aku tidak berjalan di atas air

Aku tidak membelah lautan

Aku hanya mencintaimu…

Anak-anak.



Wahai para guru (murabbi), mulai saat ini marilah kita menjadikan doa sebagai kekuatan kita dalam melangkah dan mengantarkan anak-anak didik kita dalam menggapai cita-citanya. Insya Allah dengan penuh cinta, keikhlasan dan kesabaran, yakinlah bahwa mereka akan membuat kita tersenyum bangga.





tulisan ini ditulis pada momen HARDIKNAS, 2 Mei 2009, tetapi...

sengaja penulis publikasikan lagi untuk saudara-saudaraku tercinta

ust/ustzh SDIT Insan Permata agar kembali menguatkan doa-doanya

kepada para calon mujahid/mujahidah penerus bangsa.

Kamis, 17 Februari 2011

Ikhlas, Khusnudhon, dan Pemaaf (Menjadi Guru Menyanangkan Part 12)



            Salah satu sikap guru yang disukai para siswa adalah tulus (ikhlas) dalam melakukan sesuatu. Sikap tulus adalah sikap tidak mengharapkan imbalan atau pujian dari makhluk atas segala apa yang dikaukannya. Ia mengarjakan segala sesuatu sesuai dengan panggilan hati nurani sehingga terasa menyenangkan.
            Para siswa merasa nyaman relajar dengan guru tulus. Ketulusan gurunya dalam membimbing dan mendidik siswanya dirasa sebagai sumber kekuatan para siswa dalam mencapai cita-cita mereka.
            Guru yang tulus dalam melakukan pekerjaannya tampak tanda-tandanya, seperti berikut ini.
  1. Bekerja dengan semangat yang tinggi.
  2. Mengayomi semua siswanya.
  3. Sabar dalam mengantarkan siswa-siswi menuju cita-cita mereka.
  4. Bekerja atas panggilan jira, bukan karena imanan. Imbalan baginya merupakan hal yang wajar ia tarima, bukan sumber motivasi utama.
  5. Tidak mengharapkan pujia dari sesama manusia.
  6. Bekerja dengan gembira (senang). Artinya, ia dapat menikmati pekerjaannya.
  7. Bajía apabila siswa asuhannya menjadi orang sukses atau berhasil.
Yang kedua selain Ikhlas, hendaknya seorang guru memiliki sikap berpikir positif
(khusnudhon) terhadap segala sesuatu atau setiap kejadian. Guru yang berpikir positif hádala guru yang mampu berpikir dari sisi baiknya terhadap setiap situasi dan keadaan yang ia hadapi. Misalnya, apabila ia menghadapi siswa yang kurang cerdas secara intelektual, guru yang berpikir positif akan memandang siswa dari sisi positifnya, bukan dari ketidakcerdasan intelektualnya. Ia dapat membaca dan menangkap sisi-sisi positif lanilla yang dapat dikembangkan.
            Guru yang berpikir positif selalu optimis dalam melaksanakan proses pembelajaran. Ia tidak pernah berputus asa dalam melaksanakan tugasnya. Siswa seperti apa pun ia layani dengan sikap optimis ini. Hal ini tentu saja akan memberikan kekuatan ruhani lepada para siswa.
            Wajarlah apabila guru berpikir positif disenangi para siswanya. Ia selalu memberikan semangat dan kekuasaan lepada siswanya meskipun situasinya kurang menguntungkan.
            Yang ketia hádala menjadi guru menyenangkan harus memiliki sikap pemaaf. Siswa merupakan sosok manusia yang belum dewasa. Mereka acapkali membuat guru tersinggung, marah, dan sebagainya. Hal ini tentu saja Sangay manusiawi.
            Sebagai orang yang telah dewasa atau didewasakan, guru hendaknya memiliki sikap pemaaf. Sebab, segala apa yang dilakukan siswa pada hakikatnya adalah suatu proses pembelajaran. Mereka dapat diarahkan menjadi manusia yang lebih baik dan lebih berguna.
            Guru tidak boleh berputus asa apabila menghadapi perilaku siswa yang mengecewakan. Semua kesalahan siswa dapat menjadi media pembelajaran yang Sangay bermanfaat bagi pertumbuhan kepribadian mereka. Di sini guru dituntut berpikir positif sehingga tidak ada satu pun perilaku buruk siswa yang menjadi keburukan. Sebaliknya, di tangan guru, perilaku buruk siswa ini menjadi media pembelajaran untuk perbaikan ke depan.
            Di tangan guru pemaaf, perilaku salah siswa dapat diperbaiki. Ia Sangay dicintai para siswanya karena mereka merasa diberi desempatan untuk memperbaiki segala sikap dan perilaku buruk mereka.
            Dalam menerapkan sikap pemaaf ini, tentu saja seorang guru harus mampu menindaklanjuti sikap pemaafnya dengan cermat. Pemberian maaf yang tidak disertai tantangan untuk memperbaiki diri kurang berguna bagi perubahan sikap dan perilaku para siswa. Bahkan, mereka dapat mengulang-ulang kesalahan yang serupa dan sama karena berkeyakinan akan dimaafkan oleh guru mereka.
            Guru pemaaf bukan berarti tidak mau menghukum siswa yang melakukan kesalahan berulang-ulang dengan kesengajaan. Guru pemaaf dapat saja menghukum siswa-siswinya yang melakukan kesalahan yang diulang dengan kesengajaan. Akan tetapi, ia dengan aktif mengarahkan sikap dan perilakunya agar menjadi lebih baik pada masa depan.
            Memaafkan berarti menghapus kesalahan masa lalu. Oleh sebab itu, estela memberikan maaf, guru tidak boleh mengungkit-ungkit kesalahan yang telah dimaafkan. Apabila guru masih melakukan hal ini, berarti ia belum memaafkan mereka. Para siswa paling anti apabila kesalahan masa lalunya diungkit-ungkit, apalagi jika hal itu sudah dimaakan.
            Dalam kenyataan hidup sehari-hari, kita masih sering mendapati guru yang suka mengungkit-ungkit kesalahan masa lalu siswa yang sudah dimaafkan. Sikap seperti ini kurang bijaksana dilakukan seorang guru. Para siswa tidak menyukai sikap yang demikian. Kesalahan masa lalu bagi siswa merupakan aib yang seharusnya ditutupi oleh gurunya.
            Siswa yang sering diungkit-ungkit kesalahan masa lalunya cenderung merasa erus bersalah sehingga ia menjadi beringas dan nekat. Bahkan ia dapat bersikap ekstrem.
            Apabila guru hendak menangani sebuah kesalahan siswa, ia tidak sepatutnya mengungkit-ungkit kesalahan siswa yang terjadi pada masa lalu. Ia hendaknya terfokus pada kesalahan yang sedang dilakukan siswa saat ini saja. Apalagi jika kesalahan tersebut telah dimaafkan.
            Para siswa adalah manusia seperti kita. Mereka memiliki perasaan bersalah, perasaan malu, dan memiliki keinginan untuk memperbaiki diri. Namur, Madang-kadang situasi menuntut mereka melakukan kembali kesalahan yangsama. Nah, sebetulnya mereka menyadari bahwa perilaku mereka itu salah, akan tetapi mereka tidak berdaya. Oleh sebab itu, guru harus mampu memaafkan kesalahan mereka dan tidak bosan-bosannya terus berupaya memperbaiki sikap dan perilaku mereka yang salah itu.
            Guru pemaaf menghadapi segala keburukan dan kesalahan para siswa sebagai suatu hal yang wajar dan manusiawi sehingga ia berusaha dengan sekuat tenaga untuk memperbaki kesalahan mereka agar tidak diulang kembali. Guru pemaaf menyadari bahwa tugasnya hádala memperbaiki siswa-siswinya, bukan merusakkan atau membuat mereka semakin tidak berdaya.


Disiplin, Modal Utama (Menjadi Guru Menyenangkan Part 11)



            Guru yang disukai para siswa ternyata adalah guru yang berdisiplin. Artinya, ia tertib dalam melaksanakan segala aturan yang berlaku dan mampu mendisiplinkan para siswa.
            Guru dikatakan berdisiplin apabila mengajar tepat waktu, tidak dikurangi dan tidak dilebihkan. Masuk kelas, beristirahat, dan pulang tepat pada waktunya. Selain itu, jika memberikan tugas, ia memeriksanya dan membagikan hasilnya kepada siswa tepat pada waktunya.
            Sebetulnya, siswa menyenangi sikap disiplin. Mereka menyadari bahwa sikap disiplin sangat berguna bagi kehidupan. Nah, sikap disiplin ini harus dicontohkan dan ditegakkan oleh gurunya. Apabila guru tidak mampu memberikan contoh dan menegakkan disiplin kepada siswa, siswa menjadi liar dan kurang berdisiplin.
            Tentu saja, disiplin dalam dunia pendidikan tidak sama dengan disiplin militer yang kaku. Disiplin dalam pendidikan merupakan proses pembelajaran hidup sehingga tidak setiap kesalahan dijatuhi hukuman.
            Kesalahan yang dilakukan pada kali pertama hendaknya dijadikan sebagai media untuk menyosialisasikan aturan yang dilanggar itu. Namun, dalam hal ini ada pengecualian. Apabila kesalahan yang dilakukan siswa merupakan tindakan pidana yang membahayakan kepentingan umum, hukuman dapat dijatuhkan, tetapi tentu saja proporsional dan edukatif.
            Untuk membiasakan sikap hidup disiplin, guru dapat memberikan contoh atau keteladanan. Dari keteladanan ini siswa dapat mengimitasi apa yang harus dilakukan guru. Selain keteladanan, guru juga dapat membiasakan para siswa untuk menaati aturan-aturan sederhana yang diberlakukan di sekolah secara konsisten. Untuk menegaskan perilaku mereka yang menunjukkan sikap disiplin, guru dapat melakukan reinforcement (peneguhan) atau membari mereka reward (pujian).

Sabtu, 05 Februari 2011

Tegas, Tetapi Tetap Mengayomi (Menjadi Guru Menyenangkan Part 10)



            Guru memegang peran ganda dalam pembelajaran. Ia bukan hanya harus menampilkan sikap penyayang kepada siswa, melainkan juga harus bersikap tegas. Tegas dalam arti menegakkan aturan-aturan secara  konsisten dan penuh dengan komitmen.
            Guru yang tidak tegas tidak akan dihormati siswa-siswi. Mereka dapat saja mempermainkan atau melecehkan guru yang demikian. Oleh karena itu, dalam kondisi seperti ini guru dituntut untuk menunjukkan sikap tegas.
            Kapan seorang guru menerapkan sikap tegas?
            Sikap tegas diperlukan ketika siswa melanggar aturan dengan unsur kesengajaan. Pada situasi seperti ini, seorang guru harus bersikap tegas menegakkan aturan sehingga aturan dihormati. Demikian pula apabila siswa telah diberi kesempatan berulang-ulang untuk memperbaiki diri, akan tetapi siswa tersebut tidak mau melakukannya, bahkan cenderung mengabaikan apa yang dianjurkan guru, dalam situasi seperti ini seorang guru harus bersikap tegas.
            Ketegasan seorang guru dalam situasi yang tepat dapat menjadi bagian dari proses pembelajaran. Sebaliknya, ketegasan guru yang tidak tepat dapat menjadi sesuatu yang buruk bagi pertumbuhan sikap dan mental siswa. Oleh karena itu, ketegasan harus dilakukan pada situasi dan orang yang tepat.
            Untuk dapat bersikap tegas, tentu saja seorang guru harusmenempuh langkah-langkah yang terstruktur. Apabila langkah-langkah yang seharusnya ditempuh telah dilakukan secara maksimal, tetapi ternyata siswa tidak mengindahkan apa yang seharusnya dilakukan, disinilah guru menunjukkan sikap tegas. Sikap tegas yang demikian sangat membantu pertumbuhan sikap dan mental siwa. Selain itu, sikap tegas yang demikian juga dapat meningkatkan wibawa guru di mata siswa.
            Hal yang juga harus diperhatikan oleh guru dalam menerapkan sikap tegas ini adalah harus pandai membuat berbagai alternatif solusi (penyelesaian masalah). Sebab, bisa jadi anak yang diperlakukan tegas ini menderita shock. Apabila terjadi hal demikian, guru tetap menjalankan ketegasannya, tetapi harus memberikan solusi agar keadaan siswa yag shock tadi dapat diatasi secara cermat dan proporsional.
Selain memiliki sikap tegas, menjadi guru menyenangkan juga harus memiliki sikap mengayomi para siswanya. Mengana demikian? Karena seorang guru akan dihadapkan pada berbagai karakter siswa yang berlainan. Bahkan, kadang kala terjadi benturan antara karakter siswa yang satu dengan yang lainnya. Dalam menghadapi situasi seperti ini, guru dituntut mempu mengayomi semua siswanya dengan berbagai macam karakter yang berbeda-beda.
            Guru tidak boleh berpihak pada salah seorang atau sekelompok siswa tertentu saja. Guru harus mampu mengayomi semua siswa, termasuk siswa yang nakal atau pembuat onar melakukan kesalahan, guru harus memapu meluruskannya, tetapi di sisi lain adalah melindungi sisi kemanusiaannya, bukan melindungi perilaku buruknya.
            Kadang-kadang tejadi situasi ketika guru tidak dapat melindungi siswanya karena sering merasakan dikecewakan. Hal demikian tentu saja tidak bijaksana dilakukan seorang guru kepada siswanya. Sekecewa apa pun guru oleh sikap dan perilaku siswa-siswinya, ia tetap harus dapat mengayomi mereka. Mereka adalah anak-anak yang belum dewasa, yang masih memerlukan perlindungan dan pengayoman dari gurunya, meskipun di sisi lain kenakalan mereka juga mengecewakan gurunya.
Para guru, keep SMILE .... J

Senin, 24 Januari 2011

Sabar, Rendah Hati, dan Penyayang Impian Semua Orang (Menjadi Guru Menyenangkan Part 9)



1. Menjadi guru menyenangkan harus S-A-B-A-R
            Dalam menjalankan tugasnya, guru tidak terlepas dari berbagai ujian dan cobaan, terutama dari siswa-siswinya. Ujian dan cobaan itu dapat berupa sikap siswa yang kurang memahami proses pembelajaran, ketidakdisiplinan siswa, dan berbagai bentuk ujian lainnya. Untuk mengatasi persoalan itu diperlukan kesabaran seorang guru. Sabar dalam konteks ini bukan berarti menerima apa adanya terhadap apa yang terjadi lalu berdiam diri saja. Sabar dalam konteks ini adalah menerima ujian sebagai sesuatu yang menantang dan mendidik untuk lebih maju.
            Jika siswa kurang berdisiplin, guru hendaknya terus berusaha dengan berbagai pendekatan dan metode positif seingga siswa berubah menjadi disiplin. Apabila siswa kurang pintar, guru penyabar selalu menguapayakan agar siswa atau peserta didiknya itu secara bertahap berubah menjadi lebih pintar, dan seterusnya. Dengan kata lain, guru penyabar adalah guru yang telaten dalam mendidik siswa-siswinya sampai mereka benar-benar mencapai tujuan pendidikan.
            Guru penyabar menyadari bahwa tugasnya adalah memperbaiki siswa-siswinya. Oleh karena itu, ia tidak akan berputus asa dalam menghadapi sikap dan perilaku mereka yang aneh-aneh dan macam-masam. Apa pun yang terjadi pada mereka, ia terus berusaha memperbaiki dengan penuh rasa tanggung jawab dan tak kenal menyerah.

2. Selalu Rendah Hati
            Salah satu hal yang disukai dari penampilan dan sikap seseorang adalah sikap rendah hati. Sikap rendah hati ialah sikap tidak mengagungkan diri meskipun sebetulnya ia patut diagungkan. Sikap ini sangat menyenangkan orang lain. Orang dengan sikap rendah hati memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berkomunikasi secara bebas dan terbuka.
            Dengan sikap renda hati, secara tidak langsung guru memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengembangkan gagasan, kreativitas, dan kemampuannya. Bahkan, dengan sikap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bersikap berani mengemukakan perasaan, gagsan, dan pikiran. Di tangan guru yang rendah hati, siswa dapat berkembang menjadi lebih maju.

3. Tetap Penyayang
            Ada pepatah yang mengatakan, “Siapa menanam cabai, ia akan menuai cabai.” Artinya, siapa pun orang yang menanam kebaikan, ia akan memperoleh kebaikan. Sebaliknya, siapa yang menanam keburukan, ia akan menuai keburukan. Demikian pula apabila seorang guru menyayangi siswa-siswinya, ia akan disayang oleh mereka.
            Guru penyayang bukan berarti membiarkan siswa-siswinya melakukan apa saja yang mereka inginkan dengan sekehendak hati mereka. Guru penyayang memahami betul perannya, kapan ia harus mendukung siswa, menasihati, memarahi, dan membiarkan suatu perilaku siswa.
            Guru penyayang bukan berarti tidak dapat menghukum siswa yang melakukan pelanggaran. Ia bias menghukum siswa apabila layak dijatuhi hukuman dengan penuh rasa kasih sayang sehingga hukuman dengan penuh kasih saying bagi siswa tidak terasa sebagai tidakan pengucilan atau tekanan terhadap dirinya, tetapi sebagai proses pembelajaran.
            Guru penyayang memperlakukan siswa-siswinya secara arif, bijak, dan sesuai dengan kebutuhan mereka.
Menjadi guru menyenagkan harus memiliki ketiga hal di atas, bagaimana anda SIAP???

Komunikatif, Kunci Komunikasi (Menjadi Guru Menyenangkan Part 8)



            Kemampuan berkomunikasi merupakan tuntutan yang harus dimiliki oleh setiap guru. Akan tetapi, kemampuan berkomunikasi saja tidak cukup. Ada jenis komunikasi yang sangat membantu guru dalam proses pendidikan di sekolah, yakni komunikasi empati.
            Guru komunikatif adalah guru yang tidak suka menggunakan istilah-istilah yang sulit dipahami siswa. Apabila tidak ada istilah lain yang lebih sederhana, ia menerjemahkannya hingga dapat dipahami oleh siwa.
            Guru komunikatif sangat sederhana dalam menggunakan bahasa. Perintah-perintah dan larangan-larangannya jelas dan mudah dipahami sehingga siswa dapat melaksanakan perinta-perintahnya. Ia juga pandai membuat kata-kata yang spesifik dalam menjelaskan suatu konsep kepada siswa. Selain itu, prosesnya dilakukan dengan cara menarik dan menyenangkan bagi siswa.
            Khusus komunikasi empati, guru disebut komunikatif apabila berkomunikasi dengan menggunakan pola pikir, perasaan, dan posisi lawan bicara. Ia sangat menyadari kebutuhan, perasaan, dan apa yang tengah terjadi dalam jiwa siswanya sehingga komunikasinya terasa bermakna dan menyenangkan bagi lawan bicara. Ia tidak suka mencela atau mencap siswa dengan cap yang buruk, tetapi sebaliknya, ia selalu berusaha membuat siswa bersikap dan berpikir positif.
            Dalam komunikasi empati, guru menggunakan kata-kata yang menguatkan rasa percaya diri, harga diri, dan kehormatan lawan bicara (siswa).
            Sejenak, saya termenung?apakah bahasa yang saya gunakan sudah komunikatif?
Ya, mungkin setelah ini saya harus bertanya kepada siswa-siswi saya.

Rabu, 19 Januari 2011

Simple Is Not Always Easy (Menjadi Guru Menyenangkan Part 7)

Berbicara soal kata sederhana, sepertinya hal yang mudah kita lakukan. Apalagi, bagi seorang guru seperti kita. Tetapi, pada kenyataannya memiliki pribadi sederhana itu perlu ketrampilan dan jam terbang berupa pengalaman yang luar biasa. Bagaimana yang dimaksud manjadi guru yang sederhana di sini?
             Hal yang menarik bagi sebagian orang adalah kesederhanaa. Apabila anda tidak berlebih-leihan dalam berpenampilan, menggunakan bahasa yang bersahaja dan mudah dipahami siswa, serta mampu menyederhanakan konsep yang rumit manjadi mudah, anda teah menjadi guru sederhana. Anda layak untuk disayang atau disenangi oleh siswa-siswi anda.
            Kesederhanaan seorang guru  dapat diimplementasikan dalam prinsip 3S, yakni Seperlunya, Semestinya, dan Sewajarnya. Berpenampilan sederhana berarti berpenampilan seperlunya, semestinya, dan sewajarnya. Jadi, sederhana harus diterjemahkan sebagai sikap dan perbuatan yang tidak  berlebih-lebihan, tetapi juga tidak asal-asalan.
            Sederhana bukan berarti menderita dan berpenampilan lusuh seperti kisah Umar Bakrinya Iwan Fals.
            Bagaimana? Siap menjadi guru sederhana? Mulailah dari sekarang untuk belajar menjadi sederhana, karena menjadi orang sederhana itu tidak mudah.

TOCIL KEJUJURAN KELAS 4 NABI AYYUB (Menjadi Pembeli dan Penjual yang JUJUR)


Ini dia ToCil Kejujuran yang ada di pojok ruangan kelas 4 Nabi Ayyub
Di kelas 4 Nabi Ayyub baru-baru ini membuka sebuah toko kecil yang mereka singkat dengan TOCIL. Tocil ini diberi nama TOCIL KEJUJURAN. Mengapa Kejujuran? Ya, selain untuk mengetahui tingkat kejujuran di kelas 4 Nabi Ayyub, Tocil Kejujuran  ini juga diharapkan bisa melatih siswa agar jujur ketika menjadi pembeli maupun penjual. Lho?kok pembeli sekaligus penjual? Ya, karena mereka juga berperan sebagai kasir saat proses jual beli. Oya, di Tocil Kejujuran ini siswa juga dilatih untuk belajar bersedekah juga lho, karena sebagian keuntungan dari Tocil ini diinfaqkan ke kotak infaq yang ada di kelas. Alhamdulillah, sampai saat ini Tocil Kejujuran berjalan lancar, siswa pun begitu semangat dan antusias. Selamat, semoga siswa kelas 4 Nabi Ayyub bisa mempertahankan kejujuran dan semangat bersedekah hingga nanti. Amin.
ini dia tulisan TOCIL-nya :-)
Nih, bendahara kelas pengelola ToCil lagi promosi :-)

salah satu siswa juga tampak memunjukkan barang2 yang ada di ToCil

Simple Is Not Always Easy (Menjadi Guru Menyenangkan Part 7)


           
Berbicara soal kata sederhana, sepertinya hal yang mudah kita lakukan. Apalagi, bagi seorang guru seperti kita. Tetapi, pada kenyataannya memiliki pribadi sederhana itu perlu ketrampilan dan jam terbang berupa pengalaman yang luar biasa. Bagaimana yang dimaksud manjadi guru yang sederhana di sini?
             Hal yang menarik bagi sebagian orang adalah kesederhanaa. Apabila anda tidak berlebih-leihan dalam berpenampilan, menggunakan bahasa yang bersahaja dan mudah dipahami siswa, serta mampu menyederhanakan konsep yang rumit manjadi mudah, anda teah menjadi guru sederhana. Anda layak untuk disayang atau disenangi oleh siswa-siswi anda.
            Kesederhanaan seorang guru  dapat diimplementasikan dalam prinsip 3S, yakni Seperlunya, Semestinya, dan Sewajarnya. Berpenampilan sederhana berarti berpenampilan seperlunya, semestinya, dan sewajarnya. Jadi, sederhana harus diterjemahkan sebagai sikap dan perbuatan yang tidak  berlebih-lebihan, tetapi juga tidak asal-asalan.
            Sederhana bukan berarti menderita dan berpenampilan lusuh seperti kisah Umar Bakrinya Iwan Fals.
            Bagaimana? Siap menjadi guru sederhana? Mulailah dari sekarang untuk belajar menjadi sederhana, karena menjadi orang sederhana itu tidak mudah.


Minggu, 16 Januari 2011

Mengetahui Kebutuhan Siswa dan Bersikap Adil, How? (Menjadi Guru Menyenangkan Part 6)


Pada bagian keenam ini, saya ingin membahas dua hal yang sangat esensial dimiliki seorang guru menyenagkan yaitu hendaknya seorang guru mengetahui kebutuhan siswa dan bersikap adil kepada mereka. Baiklah, kita akan langsung menguraikannya di bawah ini.
Orang bijak berkata, ”Apabila Anda ingin menguasai orang lain, temukan kebutuhannya, lalu penuhi kebutuhan itu.” Nasehat ini sangat bermanfaat bagi para guru.
            Guru adalah orang yang seharusnya dapat mengendalikan para siswa. Agar mereka dapat terkuasai dan terkendali, maka temukan kebutuhan siswa, lalu penuhi kebuuhannya itu. Kebutuhan tentu saja tidak sama dengan keinginan. Kebutuhan adalah suatu hal yang benar-benar diperlukan, sedangkan keinginan belum tentu diperlukan.
            Kebutuhan siswa ada dua macam, yakni kebutuhan fisik dan kebutuhan psikologis. Keduanya harus dipenuhi. Misalnya, apabila siswa ingin buang air kecil, guru tidak boleh melarangnya karena itu kebutuhan dasar mereka. Yang harus dilarang adalah apabila buang air besar atau buang air kecil dijadikan sebagai alasan untuk meninggalkan pelajaran. Sedangkan kebutuhan psikologis, siswa butuh dihargai, dinilai karyanya, dipuji, didukung, dipercaya, dan diperlakukan secara adil dan manusiawi. Guru yang memahami dan mau memnuhi kebutuha siswa sangat disenangi siswa-siswinya.
            Membahas masalah kebutuhan siswa tidak bisa terlepas dari sikap adil. Bagaimana seharusnya guru bersikap adil kepada siswa?
            Salah satu hal yang dirindukan para siswa adalah perlakuan adil dari guru. Adil artinya memberikan sesuatu sesuai dengan haknya, tidak berat sebelah, dan tidak pilih kasih.  Apabila seseorang melakukan kebaikan akan mendapatkan imbalan positif, yang lainnya pun harus diperlakukan sama. Apabila seorang siswa yang melakukan kesalahan dihukum, siswa lain yang melakukan kesalaha itu juga harus dihukum.Sementara juga, apabila guru memberikan tugas, ia harus memeriksanya, ini namanya adil.
            Menurut Aristoteles, konsep keadilan dapat dibedakan ke dalam empat jenis keadilan, yakni sebagai berikut.
1. Keadilan Distributif
Keadilan ini adalah keadilan sesuai dengan pengorbanan, jasa, prestasi, dan keperluannya.
Sebagai contoh, apabila guru memberikan nilai yang bervariasi kepada siswa sesuai dengan prestasi mereka berarti sedang menerapkan prinsip keadilan distributif. Menurut keadilan ini, adil tidaklah harus sama. Adil menurut konsep ini adalah sesuai dengan kebutuhan, jasa, pengorbanan, prestasi, atau haknya.
2. Keadilan Komutatif
Maksud keadilan komutatif adalah keadilan dengan prinsip sama rata. Sebagai contoh, guru memperlakukan semua siswa dengan perhatian dan kasih sayang yang sama. Siswa diwajibkan mengenakan seragam yang sama bentuk dan warnanya. Kadang-kadang, guru harus memberlakukan keadilan ini dalam hal-hal tertentu.
3. Keadilan Konvensional
Artinya, keadilan yang diberikan oleh penguasa. Apa-apa yang dipertimbangkan oleh penguasa suatu keadilan yang diangap adil menurut konsep ini. Contohnya, guru membuat larangan perilaku yang membahayakan siswa lain. Apabila guru melakukan hal ini berarti ia telah menegakan keadilan konvensional.
4. Keadilan Kodrat Alam
Keadilan kodrat alam merupakan prinsip keadilan bedasarkan pada kodrat alam. Contoh, guru menyuruh siswa laki-laki mengangkat sampah ke tempat sampah, sedangkan kepada siswa perempuan ia menyuruh mereka menyapu lantai. Hal ini disebabkan karena secara kodrat alam, laki-laki lebih kuat ototnya daripada wanita sehingga adil apabila yang kuat ototnya diberi beban pekerjaan yang lebih berat.
            Keempat macam keadilan tersebut dapat dipraktikkan satu per satu atau bisa juga keempat-empatnya sesuai dengan situasi dan kondisi.
            Insya Allah, dengan anda mengetahui kebutuhan siswa dan bersikap adil kepada mereka. Maka, bertambahlah kriteria pada diri anda, hingga kemudian anda layak mendapat gelar guru yang menyenagkan. Selamat mencoba!

Jumat, 14 Januari 2011

Bersahabat dengan Siswa, Siapa Takut? (Menjadi Guru Menyenangkan Part 5)



            Dahulu, jarak antara guru dan siswa sangat kentara. Seolah-olah guru adalah orang yang tinggi derajatnya, sedangkan siswa rendah derajatnya.
            Saat ini, keadaan demikian tidak dapat dipertahankan. Siswa sekarang menyenangi guru yang familiar dan menjalin persahabatan dengan mereka. Secara psikologis, persahabatan dapat membuka hubungan yang lebih akrab sehingga dapat memahami pribadi masing-masing. Siswa tidak suka guru yang menjaga jarak. Mereka menyebut guru seperti itu sebagai guru jaim (jaga image).
            Guru menyanangkan adalah guru yang mampu menjalin keakraban dengan siswa-siswinya. Akan tetapi, keakraban di antara keduanya tetap ada batasnya. Persahabatan yang dijalin dengan akrab antara guru dan siswa dilakukan sebatas untuk mempermudah proses memahami pribadi siswa sehingga dapat bermanfaat untuk mendidik mereka. Keakraban tanpa batas antara siswa dan guru dapat menjadi penyebab kurang efketifnya pembelajaran.
            Dalam praktik kehidupan sehari-hari, siswa senang bergaul dengan guru yang mau akrab dengan mereka. Mereka dapat mencurahkan isi hati, termasuk kesulitan-kesulitan dalam belajar. Apabila guru dapat menggali isi hati dan mengetahui kesulitan belajar mereka, ia dengan mudah dapat membimbing mereka.
            Ada sementara guru yang berpandangan bahwa keakraban guru dan siswa dapat menurunkan wibawa guru. Sebetulnya tidaklah demikian. Wibawa guru tidak akan turun akibat hubungan yang akrab antara guru dan siswa. Wibawa guru turun apabila guru tidak mampu menunjukkan nilai positif di hadapan siswa-siswinya.
            Manfaat yang dapat kita peroleh dari sikap akrab guru dengan para siswa, di antaranya:
  1. Siswa tidak merasakan ketegangan saat berhadapan dengan gurunya.
  2. Komunikasi dan hubungan antara siswa dan guru menjadi karab
  3. Siswa dapat lebih terbuka dalam menyampaikan isi hati dan persoalan-persoalan belaar lainnya
  4. Guru dapat menggali banyak sikap dan pikiran siswa-siswi
  5. siswa merasa diakui dan diayomi oleh gurunya.
Sudahkah Anda- wahai guru hebat- bersikap akrab dengan siswa?

Rabu, 12 Januari 2011

Kreatif dan Inovatif, Selalu Belajar, dan Humoris Resep yang Nggak Kalah Penting (Menjadi Guru Menyenangkan Part 4)


            Resep menjadi guru menyenangkan di bagian keempat ini ada 3, yaitu Kreatif dan Inovatif, Selalu belajar, dan Humoris.

Kreatif dan Inovatif
            Guru yang dicintai para siswa adalah guru kreatif. Guru kreatif adalah guru yang mampu menciptakan atau mencetuskan sesuatu yang baru dan unik.
            Dalam proses pembelajaran, guru kreatif dapat mengondisikan siswa untuk belajar dengan cara-cara yang unik dan menarik. Pembelakjarannya terasa segar dan merangsang karena ia senantiasa meggunakan cara-cara baru dan unik.
            Guru kreatif mampu menemukan dan menghasilkan berbagai cara, strategi, dan karya yang sangat bermanfaat untk keperlua pendidikan. Oleh karena itu, guru kreatif biasanya inovatif.
            Guru kreatif kaya akan gagasan dan cara dalam menghadapi setiap persoalan. Di tangan guru kreatif, pembelajaran selalu terasa menarik dan menggairahkan. Setiap keburukan yang menimpa dijadikannya sebagai peluang untuk mencapai kebaikan. Ia melahirkan banyak gagasan dan karya baru dan unik.

Selalu Belajar
            Anda tahu gergaji? Apa yang terjadi dengan gergaji yang tidak suka diasah? Tentu saja gergaji yang tidak pernah diasah akan tumpul. Gergaji yang tumpul apabila digunakan akan terasa berat dan hasil gergajiannya pun buruk. Guru ibarat geraji. Apabila jarang diasah, ia menjadi tumpul. Dan apabila gergaji pikiran guru tumpul, pembelajaran menjadi terasa berat dan hasilnya pun buruk sekali.
            Guru yang gergaji pikirannya selalu diasah dengan belajar sepanjang waktu terasa tajam. Ia merasa ringan dalam melaksanakan proses pembelajaran dan hasil pembelajarannya pun baik. Guru yang senantiasa belajar, gagasannya selalu segar, proses pembelajarannya berjalan dengan baik dan menarik. Sebaliknya, guru yang tidak suka mengasah gergaji pikirannya, ia mengajar dengan berat, siswa-siswinya pun tidak senang diajar olehnya. Seorang guru besar UPI (Universtas Pendidikan Indonesia), Prof. Naution pernah  mengatakan bahwa seorang sarjana yang tidak mau belajar lagi setelah menyelesaikan pendidikannya, ia kan mengalami erosi ilmu sebesar 10 persen setiap tahunnya.
            Pada era informasi, seorang guru tidak sepatutnya mengabaikan informasi yang ada. Guru yang tidak suka belajar lagi, pembelajarannya tidak up to date dan kurang dapat menarik perhatian siswa.
            Jadi, agar gagasan-gagasan kita baru dan selalu up to date, maka kita harus membiasakan diri belajar setiap waktu.

Humoris
            Pembelajaran yang dilakukan tanpa diselingi humor terasa membosankan dan menjenuhkan. Para siswa tidak menyukai guru yang pembelajarannya monoton. Sebaliknya, guru yang disukai para siswa adalah guru yang pembelajarannya menarik. Dan salah satu cara membuat pembelajaran menarik ialah dengan humor.
            Tentu saja humor yang dimaksud di sini adalah humor yang mendidik (edukati) dan terkendali. Humor tidak edukatif sebaiknya tidak dilakukan. Apalagi jika humor dilakukan tanpa kendali. Humor yang dilakukan tanpa kendali mnegakibatkan pembelajaran tidak efektif.
            Berikut ini beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari kebiasaan humor, di antaranya:
  1. pembelajaran jadi lebih bervariasi dan nuansanya hidup;
  2. ketegangan saat pembelajaran dapat dikurangi;
  3. menciptakan komunikasi yang familiar;
  4. meregangkan saraf-saraf yang tegang sehingga menjadi lebih rileks; dan
  5. menciptakan daya tarik pembelajaran.

Guru hebat, mulai saat ini mari kita mulai mencoba ketiga resep menjadi guru menyenagkan di atas jika kita belum melakukannya. Bagi yang sudah pertahankan ya, dan cari inovasi yang lebih seru lagi. Selamat mencoba!
           

Komentar Film Rindu Purnama

Trailer Rindu Purnama

Empati itu Penting, Bijaksana itu Harus! (Menjadi Guru Menyenangkan Part 3)



            Kali ini menjadi guru menyenangkan yang paling penting memiliki empati, dan harus bijaksana. Berikut akan kita ulas mengenai dua hal tersebut.
            Empati mempunyai pengertia yang hampir mirip dengan simpati. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati betul dalam memahaminya. Menurut Bennet, empati adalah partisipasi emosional dan intelektual secara imajinatif pada pengalaman orang lain.
            Apabila kita perhatikan dengan seksama, empati berbeda dengan simpati. Empati menekankan pada partisipasi secara emosional dan intelektual pada pengalaman orang lain, sedangkan simpati menekankan pada penempatan diri secara imajinatif pada posisi orang lain.
            Empati dapat diartikan bagaimana kita membeyangkan  pikiran atau perasaan orang lain menurut persepsi orang yang bersangkutan. Sedangkan simpati adalah kita menempatkan diri kita seperti orang lain dengan menggunakan persepsi kita. Dalam empati kita membayangkan perasaan atau pikiran orang lain, tetapi dalam simpati kita membayangkan apabila kita menjadi orang lain.
            Guru empati dapat membayangkan pikiran dan perasaan siswa menurut persepsi mereka, bukan menurut persepsi guru. Misalnya, dalam proses pembelajaran, seorang guru empati merancang dan melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan alam dan pikiran dan perasaan siswa, bukan sesuai dengan alam pikir dirinya. Hal ini tercermin dalam bahasa yang digunakan dan cara memperlakukan siswa.
            Guru empati berbeda dengan guru biasa dalam memperlakukan siswa-siswinya.
            Perhatikan dua contoh perbedaan yang mencolok antara guru empati dan guru tidak empati dalam menghadapi siswa.

Contoh 1
Cara Guru Tidak Empati dalam menyelesaikan persoalan siswa yang terlambat masuk sekolah.
Guru     : ”Mengapa kamu datang terlambat?”
Siswa   : ”Saya terlambat bangun, Bu.”
Guru     : “Ah, alasan kamu! Tidakkah kamu tahu kalau sekolah dimulai pukul 07.00?”
Siswa   : ”Saya tahu, Bu. Tapi kali ini saya benar-benar terlambat bangun. Saya menyesal
   datang terlambat.”
Guru     : ”Ya, sudah. Besok tidak boleh terlambat lagi. Awas kalau terlambat lagi!”

            Coba anda amati kalimta-kalimat yang disampaikan sang guru terhadap siswa dalam ilustrasi tersebut. Kata-kata yang digunakannya adalah kata-kata yang menyudutkan, menyalahkan, dan mengundang rasa tidak nyaman. Bahkan, di dalamnya terdapat kalimat yang mengancam siswa.

Contoh 2
Cara Guru Empati dalam menyelesaikan persoalan siswa yang terlambat masuk sekolah.
Guru     : ”Mengapa kamu datang terlambat, Nak?”
Siswa   : ”Saya terlambat bangun, Bu.”
Guru     : “Kamu tidur terlampau larut tadi malam?”
Siswa   : ”Betul, Bu. Saya nonton pertandingan sepak bola.”
Guru     : ”Kamu sangat menyukai sepak bola?”
Siswa   : ”Betul, Bu. Saya pecinta sepak bola.”
Guru     : ”Kamu mencintai sepak bola?”
Siswa   : ”Ya, Bu.”
Guru     : ”Kamu tidak mau kehilangan kesempatan nonton sepak bola?”
Siswa   : Betul, Bu.”
Guru     : ”Kamu juga sebetulnya tidak mau terlambat sekolah?”
Siswa   : ”Betul, Bu.”
Guru     : ”Kamu dapat mengatur waktumu agar kecintaanmu terhadap sepak bola tidak
   mengganggu sekolahmu?”
Siswa   : ”Bisa, Bu. Lain kali saya tidak akan terlambat ke sekolah, meskipun habis
    nonton sepak bola.”
Guru     : ”Kamu merasa itu pilihan yang terbaik untukmu?”
Siswa   : ”Ya, Bu.”
(Guru mengangguk, lalu mempersilakan siswa masuk kelas).

            Dari dialog tersebut, tampak dengan jelas perbedaan sikap guru empati dengan guru tidak empati. Contoh kasus 1 menggambarkan sikap guru tidak empati. Siswa merasa tidak nyaman dngan sikap guru tersebut. Ia sebetulnya sudah tahu bahwa dirinya tidak mau terlambat ke sekolah, dan ia menyesal. Akan tetapi, pertanyaan dan ancaman guru semakin membuat dirinya merasa bersalah yang mendalam. Sikap guru seperti itu dapat mengundang siswa tidak hormat pada guru, bahkan dapat menimbulkan rasa marah da dendam siswa kepada guru.
            Sebaliknya, pada contoh kaus 2, guru memesisikan diri pada persepsi dan perasaan siswa yang terlambat sehingga akhirnya siswa menyadari kekeliruannya dengan penuh kesadaran. Bahkan, ia menemukan solusinya tanpa harus merasa ditekan atau diancam oleh guru. Kecintaannya pada sepak bola tidak dicela oleh guru. Akan tetapi, pada kasus pertama, guru sama sekali tidak menghargai kesukaan siswa pada sepak bola.
            Sebagai manusia, para siswa dapat membedakan guru empati dan guru tidak empati. Guru empati sangat menyenangkan sehingga bisa dijadikan seaa orang tua dan sahabat. Guru empati aman untuk dijadikan sebagai tempat curhat. Wajarlah, apabila guru empati disukai dan disayangi para siswanya.
Di tangan guru empati, para siswa tunduk dan patuh serta terbu. Oleh karena itu, guru empati memiliki kekuatan psikologis yang luar biasa.
            Dalam kehidupan sehari-hari, ada sementara guru yang berpandangan bahwa sikap empati membuat guru tidak dihargai siswa. Pendapat ini tentu saja kurang berdasar. Yang menyebabkan guru tidak dihargai siswa bukan empatinya, melainkan sikapnya yang sering mencela, memaki, dan tidak menghargai perasaan serta pikiran siswa alias guru otoriter atau guru yang tidak memegang nilai-nilai dalam menghadapi siswa (tidak proaktif).
            Bagi guru pada era globalisasi seperti sekarang ini, sikap dan perlakuan empati kepada siswa merupakan tuntutan mutlak untuk mencapai hubungan yang harmonis dan edukatif dengan siswa. Tanpa sikap ini, pola komunikasi dan hubungan antara siswa dan guru dalam pendidikan akan terasa dingin dan memiliki jarak psikologis, bahkan cenderung menegangkan. Akibatnya, proses pendidikan tidak mencapai hasil yang optimal.
            Nah, para guru hebat dimanapun anda berada, bagaimana?Sudahkah anda bersikap empati kepada siswa-siswi anda?

            Ternyata, memiliki empati saja tidak cukup. Untuk menjadi guru yang menyenangkan satu hal lagi yang harus dimiliki adalah sikap Bijaksana.
            Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta, arti kata bijaksana adalah menggunakan akan pikiran dan pengalamannya. Ini berarti bahwa orang bijaksana adalah orang yang senantiasa menggunakan akal dan pikirannya dalam menghadapi atau memutuskan persoalan. Orang bijaksana tidak emosional dalam menghadapi seuatu. Ia pun tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Setiap persoalan dihadapinya dengan akal sehat. Setiap keputusan dipertimbangkan masak-masak didasarkan pada ilmu pengetahuan yang luas.
            Seorang guru dikatakan bijaksana apabila dalam menghadapi setiap persoalan senantiasa mempertimbangkan dengan akal sehat dan mendasarkannya pada ilmu pengetahuan. Ia tidak reaktif dan emosional. Misalnya, apabila ia menghadapi siswa yang melakukan kesalahan, ia tidak dengan serta-merta menyalahkan, mencela, memaki, dan menghukum siswa. Dengan tenang dan penuh kesabaran, ia mengumpulkan berbagai bukti secara objektif. Setelah bukti tersebut ditemuka, ia mempertimbangkan kemanfaatan, baik bagi siswa yang melakukan kesalahan tersebut maupun bagi kebaikan umum.
            Guru bijaksana merancang dan melaksanakan pembelajaran seuai dengan kemampuan dan keadaan siswa-siswinya. Ia tidak memaksakan kehendaknya sendiri pada anak-anak. Ia tidak berlebihan dalam memberikan tugas, tapi disesuaikan dengan kebutuhan dan keperluan siswa.
            Secara umum, para siswa menyukai guru yang bijaksana. Mengapa demikian? Sebab, dari guru bijaksana mereka mendapatkan pelajaran untuk kehidupannya. Mereka merasa diperlakukan secara m,anusiawi, tidak semena-mena. Berbeda halnya degan guru yang tidak bijaksana. Guru tidak bijaksana memperlakukan siswa semaunya, menurut perasaannya. Jika tidak menyukai siswa tertentu, guru tidak bijaksana akan meindasanya, terutama secara psikologis.
            Guru tidak bijaksana kan terjerumus ke dalam perbuatan merusakkan mentalitas siswa tanpa disadari. Ia akan memperlakukan siswa seperti memperlakukan orang dewasa lain yang tidak disukai. Bahkan ia bisa lupa bahwa tugas dirinya adalah memperbaiki siswa bukan merusakkannya.
            Ada yang berpendapat bahwa bijaksana berarti melanggar hukum. Pendapat ini tentu saja tidak dapat dibenarkan. Bijaksana bukan melanggar hukum. Justru bijaksana berarti melaksanakan hukuk sesuai dengan kebutuhan dan keperluan.
            Wahai para guru, sudahkah anda bersikap dan bertindak bijaksana terhadap siswa-siswi anda?
            Menjadi guru menyenangkan tak cukup hanya memiliki empati saja, tetapi juga harus punya sikap bijaksana. Anda sudah SIAP? HARUS!