Senin, 24 Januari 2011

Sabar, Rendah Hati, dan Penyayang Impian Semua Orang (Menjadi Guru Menyenangkan Part 9)



1. Menjadi guru menyenangkan harus S-A-B-A-R
            Dalam menjalankan tugasnya, guru tidak terlepas dari berbagai ujian dan cobaan, terutama dari siswa-siswinya. Ujian dan cobaan itu dapat berupa sikap siswa yang kurang memahami proses pembelajaran, ketidakdisiplinan siswa, dan berbagai bentuk ujian lainnya. Untuk mengatasi persoalan itu diperlukan kesabaran seorang guru. Sabar dalam konteks ini bukan berarti menerima apa adanya terhadap apa yang terjadi lalu berdiam diri saja. Sabar dalam konteks ini adalah menerima ujian sebagai sesuatu yang menantang dan mendidik untuk lebih maju.
            Jika siswa kurang berdisiplin, guru hendaknya terus berusaha dengan berbagai pendekatan dan metode positif seingga siswa berubah menjadi disiplin. Apabila siswa kurang pintar, guru penyabar selalu menguapayakan agar siswa atau peserta didiknya itu secara bertahap berubah menjadi lebih pintar, dan seterusnya. Dengan kata lain, guru penyabar adalah guru yang telaten dalam mendidik siswa-siswinya sampai mereka benar-benar mencapai tujuan pendidikan.
            Guru penyabar menyadari bahwa tugasnya adalah memperbaiki siswa-siswinya. Oleh karena itu, ia tidak akan berputus asa dalam menghadapi sikap dan perilaku mereka yang aneh-aneh dan macam-masam. Apa pun yang terjadi pada mereka, ia terus berusaha memperbaiki dengan penuh rasa tanggung jawab dan tak kenal menyerah.

2. Selalu Rendah Hati
            Salah satu hal yang disukai dari penampilan dan sikap seseorang adalah sikap rendah hati. Sikap rendah hati ialah sikap tidak mengagungkan diri meskipun sebetulnya ia patut diagungkan. Sikap ini sangat menyenangkan orang lain. Orang dengan sikap rendah hati memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berkomunikasi secara bebas dan terbuka.
            Dengan sikap renda hati, secara tidak langsung guru memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengembangkan gagasan, kreativitas, dan kemampuannya. Bahkan, dengan sikap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bersikap berani mengemukakan perasaan, gagsan, dan pikiran. Di tangan guru yang rendah hati, siswa dapat berkembang menjadi lebih maju.

3. Tetap Penyayang
            Ada pepatah yang mengatakan, “Siapa menanam cabai, ia akan menuai cabai.” Artinya, siapa pun orang yang menanam kebaikan, ia akan memperoleh kebaikan. Sebaliknya, siapa yang menanam keburukan, ia akan menuai keburukan. Demikian pula apabila seorang guru menyayangi siswa-siswinya, ia akan disayang oleh mereka.
            Guru penyayang bukan berarti membiarkan siswa-siswinya melakukan apa saja yang mereka inginkan dengan sekehendak hati mereka. Guru penyayang memahami betul perannya, kapan ia harus mendukung siswa, menasihati, memarahi, dan membiarkan suatu perilaku siswa.
            Guru penyayang bukan berarti tidak dapat menghukum siswa yang melakukan pelanggaran. Ia bias menghukum siswa apabila layak dijatuhi hukuman dengan penuh rasa kasih sayang sehingga hukuman dengan penuh kasih saying bagi siswa tidak terasa sebagai tidakan pengucilan atau tekanan terhadap dirinya, tetapi sebagai proses pembelajaran.
            Guru penyayang memperlakukan siswa-siswinya secara arif, bijak, dan sesuai dengan kebutuhan mereka.
Menjadi guru menyenagkan harus memiliki ketiga hal di atas, bagaimana anda SIAP???

Komunikatif, Kunci Komunikasi (Menjadi Guru Menyenangkan Part 8)



            Kemampuan berkomunikasi merupakan tuntutan yang harus dimiliki oleh setiap guru. Akan tetapi, kemampuan berkomunikasi saja tidak cukup. Ada jenis komunikasi yang sangat membantu guru dalam proses pendidikan di sekolah, yakni komunikasi empati.
            Guru komunikatif adalah guru yang tidak suka menggunakan istilah-istilah yang sulit dipahami siswa. Apabila tidak ada istilah lain yang lebih sederhana, ia menerjemahkannya hingga dapat dipahami oleh siwa.
            Guru komunikatif sangat sederhana dalam menggunakan bahasa. Perintah-perintah dan larangan-larangannya jelas dan mudah dipahami sehingga siswa dapat melaksanakan perinta-perintahnya. Ia juga pandai membuat kata-kata yang spesifik dalam menjelaskan suatu konsep kepada siswa. Selain itu, prosesnya dilakukan dengan cara menarik dan menyenangkan bagi siswa.
            Khusus komunikasi empati, guru disebut komunikatif apabila berkomunikasi dengan menggunakan pola pikir, perasaan, dan posisi lawan bicara. Ia sangat menyadari kebutuhan, perasaan, dan apa yang tengah terjadi dalam jiwa siswanya sehingga komunikasinya terasa bermakna dan menyenangkan bagi lawan bicara. Ia tidak suka mencela atau mencap siswa dengan cap yang buruk, tetapi sebaliknya, ia selalu berusaha membuat siswa bersikap dan berpikir positif.
            Dalam komunikasi empati, guru menggunakan kata-kata yang menguatkan rasa percaya diri, harga diri, dan kehormatan lawan bicara (siswa).
            Sejenak, saya termenung?apakah bahasa yang saya gunakan sudah komunikatif?
Ya, mungkin setelah ini saya harus bertanya kepada siswa-siswi saya.

Rabu, 19 Januari 2011

Simple Is Not Always Easy (Menjadi Guru Menyenangkan Part 7)

Berbicara soal kata sederhana, sepertinya hal yang mudah kita lakukan. Apalagi, bagi seorang guru seperti kita. Tetapi, pada kenyataannya memiliki pribadi sederhana itu perlu ketrampilan dan jam terbang berupa pengalaman yang luar biasa. Bagaimana yang dimaksud manjadi guru yang sederhana di sini?
             Hal yang menarik bagi sebagian orang adalah kesederhanaa. Apabila anda tidak berlebih-leihan dalam berpenampilan, menggunakan bahasa yang bersahaja dan mudah dipahami siswa, serta mampu menyederhanakan konsep yang rumit manjadi mudah, anda teah menjadi guru sederhana. Anda layak untuk disayang atau disenangi oleh siswa-siswi anda.
            Kesederhanaan seorang guru  dapat diimplementasikan dalam prinsip 3S, yakni Seperlunya, Semestinya, dan Sewajarnya. Berpenampilan sederhana berarti berpenampilan seperlunya, semestinya, dan sewajarnya. Jadi, sederhana harus diterjemahkan sebagai sikap dan perbuatan yang tidak  berlebih-lebihan, tetapi juga tidak asal-asalan.
            Sederhana bukan berarti menderita dan berpenampilan lusuh seperti kisah Umar Bakrinya Iwan Fals.
            Bagaimana? Siap menjadi guru sederhana? Mulailah dari sekarang untuk belajar menjadi sederhana, karena menjadi orang sederhana itu tidak mudah.

TOCIL KEJUJURAN KELAS 4 NABI AYYUB (Menjadi Pembeli dan Penjual yang JUJUR)


Ini dia ToCil Kejujuran yang ada di pojok ruangan kelas 4 Nabi Ayyub
Di kelas 4 Nabi Ayyub baru-baru ini membuka sebuah toko kecil yang mereka singkat dengan TOCIL. Tocil ini diberi nama TOCIL KEJUJURAN. Mengapa Kejujuran? Ya, selain untuk mengetahui tingkat kejujuran di kelas 4 Nabi Ayyub, Tocil Kejujuran  ini juga diharapkan bisa melatih siswa agar jujur ketika menjadi pembeli maupun penjual. Lho?kok pembeli sekaligus penjual? Ya, karena mereka juga berperan sebagai kasir saat proses jual beli. Oya, di Tocil Kejujuran ini siswa juga dilatih untuk belajar bersedekah juga lho, karena sebagian keuntungan dari Tocil ini diinfaqkan ke kotak infaq yang ada di kelas. Alhamdulillah, sampai saat ini Tocil Kejujuran berjalan lancar, siswa pun begitu semangat dan antusias. Selamat, semoga siswa kelas 4 Nabi Ayyub bisa mempertahankan kejujuran dan semangat bersedekah hingga nanti. Amin.
ini dia tulisan TOCIL-nya :-)
Nih, bendahara kelas pengelola ToCil lagi promosi :-)

salah satu siswa juga tampak memunjukkan barang2 yang ada di ToCil

Simple Is Not Always Easy (Menjadi Guru Menyenangkan Part 7)


           
Berbicara soal kata sederhana, sepertinya hal yang mudah kita lakukan. Apalagi, bagi seorang guru seperti kita. Tetapi, pada kenyataannya memiliki pribadi sederhana itu perlu ketrampilan dan jam terbang berupa pengalaman yang luar biasa. Bagaimana yang dimaksud manjadi guru yang sederhana di sini?
             Hal yang menarik bagi sebagian orang adalah kesederhanaa. Apabila anda tidak berlebih-leihan dalam berpenampilan, menggunakan bahasa yang bersahaja dan mudah dipahami siswa, serta mampu menyederhanakan konsep yang rumit manjadi mudah, anda teah menjadi guru sederhana. Anda layak untuk disayang atau disenangi oleh siswa-siswi anda.
            Kesederhanaan seorang guru  dapat diimplementasikan dalam prinsip 3S, yakni Seperlunya, Semestinya, dan Sewajarnya. Berpenampilan sederhana berarti berpenampilan seperlunya, semestinya, dan sewajarnya. Jadi, sederhana harus diterjemahkan sebagai sikap dan perbuatan yang tidak  berlebih-lebihan, tetapi juga tidak asal-asalan.
            Sederhana bukan berarti menderita dan berpenampilan lusuh seperti kisah Umar Bakrinya Iwan Fals.
            Bagaimana? Siap menjadi guru sederhana? Mulailah dari sekarang untuk belajar menjadi sederhana, karena menjadi orang sederhana itu tidak mudah.


Minggu, 16 Januari 2011

Mengetahui Kebutuhan Siswa dan Bersikap Adil, How? (Menjadi Guru Menyenangkan Part 6)


Pada bagian keenam ini, saya ingin membahas dua hal yang sangat esensial dimiliki seorang guru menyenagkan yaitu hendaknya seorang guru mengetahui kebutuhan siswa dan bersikap adil kepada mereka. Baiklah, kita akan langsung menguraikannya di bawah ini.
Orang bijak berkata, ”Apabila Anda ingin menguasai orang lain, temukan kebutuhannya, lalu penuhi kebutuhan itu.” Nasehat ini sangat bermanfaat bagi para guru.
            Guru adalah orang yang seharusnya dapat mengendalikan para siswa. Agar mereka dapat terkuasai dan terkendali, maka temukan kebutuhan siswa, lalu penuhi kebuuhannya itu. Kebutuhan tentu saja tidak sama dengan keinginan. Kebutuhan adalah suatu hal yang benar-benar diperlukan, sedangkan keinginan belum tentu diperlukan.
            Kebutuhan siswa ada dua macam, yakni kebutuhan fisik dan kebutuhan psikologis. Keduanya harus dipenuhi. Misalnya, apabila siswa ingin buang air kecil, guru tidak boleh melarangnya karena itu kebutuhan dasar mereka. Yang harus dilarang adalah apabila buang air besar atau buang air kecil dijadikan sebagai alasan untuk meninggalkan pelajaran. Sedangkan kebutuhan psikologis, siswa butuh dihargai, dinilai karyanya, dipuji, didukung, dipercaya, dan diperlakukan secara adil dan manusiawi. Guru yang memahami dan mau memnuhi kebutuha siswa sangat disenangi siswa-siswinya.
            Membahas masalah kebutuhan siswa tidak bisa terlepas dari sikap adil. Bagaimana seharusnya guru bersikap adil kepada siswa?
            Salah satu hal yang dirindukan para siswa adalah perlakuan adil dari guru. Adil artinya memberikan sesuatu sesuai dengan haknya, tidak berat sebelah, dan tidak pilih kasih.  Apabila seseorang melakukan kebaikan akan mendapatkan imbalan positif, yang lainnya pun harus diperlakukan sama. Apabila seorang siswa yang melakukan kesalahan dihukum, siswa lain yang melakukan kesalaha itu juga harus dihukum.Sementara juga, apabila guru memberikan tugas, ia harus memeriksanya, ini namanya adil.
            Menurut Aristoteles, konsep keadilan dapat dibedakan ke dalam empat jenis keadilan, yakni sebagai berikut.
1. Keadilan Distributif
Keadilan ini adalah keadilan sesuai dengan pengorbanan, jasa, prestasi, dan keperluannya.
Sebagai contoh, apabila guru memberikan nilai yang bervariasi kepada siswa sesuai dengan prestasi mereka berarti sedang menerapkan prinsip keadilan distributif. Menurut keadilan ini, adil tidaklah harus sama. Adil menurut konsep ini adalah sesuai dengan kebutuhan, jasa, pengorbanan, prestasi, atau haknya.
2. Keadilan Komutatif
Maksud keadilan komutatif adalah keadilan dengan prinsip sama rata. Sebagai contoh, guru memperlakukan semua siswa dengan perhatian dan kasih sayang yang sama. Siswa diwajibkan mengenakan seragam yang sama bentuk dan warnanya. Kadang-kadang, guru harus memberlakukan keadilan ini dalam hal-hal tertentu.
3. Keadilan Konvensional
Artinya, keadilan yang diberikan oleh penguasa. Apa-apa yang dipertimbangkan oleh penguasa suatu keadilan yang diangap adil menurut konsep ini. Contohnya, guru membuat larangan perilaku yang membahayakan siswa lain. Apabila guru melakukan hal ini berarti ia telah menegakan keadilan konvensional.
4. Keadilan Kodrat Alam
Keadilan kodrat alam merupakan prinsip keadilan bedasarkan pada kodrat alam. Contoh, guru menyuruh siswa laki-laki mengangkat sampah ke tempat sampah, sedangkan kepada siswa perempuan ia menyuruh mereka menyapu lantai. Hal ini disebabkan karena secara kodrat alam, laki-laki lebih kuat ototnya daripada wanita sehingga adil apabila yang kuat ototnya diberi beban pekerjaan yang lebih berat.
            Keempat macam keadilan tersebut dapat dipraktikkan satu per satu atau bisa juga keempat-empatnya sesuai dengan situasi dan kondisi.
            Insya Allah, dengan anda mengetahui kebutuhan siswa dan bersikap adil kepada mereka. Maka, bertambahlah kriteria pada diri anda, hingga kemudian anda layak mendapat gelar guru yang menyenagkan. Selamat mencoba!

Jumat, 14 Januari 2011

Bersahabat dengan Siswa, Siapa Takut? (Menjadi Guru Menyenangkan Part 5)



            Dahulu, jarak antara guru dan siswa sangat kentara. Seolah-olah guru adalah orang yang tinggi derajatnya, sedangkan siswa rendah derajatnya.
            Saat ini, keadaan demikian tidak dapat dipertahankan. Siswa sekarang menyenangi guru yang familiar dan menjalin persahabatan dengan mereka. Secara psikologis, persahabatan dapat membuka hubungan yang lebih akrab sehingga dapat memahami pribadi masing-masing. Siswa tidak suka guru yang menjaga jarak. Mereka menyebut guru seperti itu sebagai guru jaim (jaga image).
            Guru menyanangkan adalah guru yang mampu menjalin keakraban dengan siswa-siswinya. Akan tetapi, keakraban di antara keduanya tetap ada batasnya. Persahabatan yang dijalin dengan akrab antara guru dan siswa dilakukan sebatas untuk mempermudah proses memahami pribadi siswa sehingga dapat bermanfaat untuk mendidik mereka. Keakraban tanpa batas antara siswa dan guru dapat menjadi penyebab kurang efketifnya pembelajaran.
            Dalam praktik kehidupan sehari-hari, siswa senang bergaul dengan guru yang mau akrab dengan mereka. Mereka dapat mencurahkan isi hati, termasuk kesulitan-kesulitan dalam belajar. Apabila guru dapat menggali isi hati dan mengetahui kesulitan belajar mereka, ia dengan mudah dapat membimbing mereka.
            Ada sementara guru yang berpandangan bahwa keakraban guru dan siswa dapat menurunkan wibawa guru. Sebetulnya tidaklah demikian. Wibawa guru tidak akan turun akibat hubungan yang akrab antara guru dan siswa. Wibawa guru turun apabila guru tidak mampu menunjukkan nilai positif di hadapan siswa-siswinya.
            Manfaat yang dapat kita peroleh dari sikap akrab guru dengan para siswa, di antaranya:
  1. Siswa tidak merasakan ketegangan saat berhadapan dengan gurunya.
  2. Komunikasi dan hubungan antara siswa dan guru menjadi karab
  3. Siswa dapat lebih terbuka dalam menyampaikan isi hati dan persoalan-persoalan belaar lainnya
  4. Guru dapat menggali banyak sikap dan pikiran siswa-siswi
  5. siswa merasa diakui dan diayomi oleh gurunya.
Sudahkah Anda- wahai guru hebat- bersikap akrab dengan siswa?

Rabu, 12 Januari 2011

Kreatif dan Inovatif, Selalu Belajar, dan Humoris Resep yang Nggak Kalah Penting (Menjadi Guru Menyenangkan Part 4)


            Resep menjadi guru menyenangkan di bagian keempat ini ada 3, yaitu Kreatif dan Inovatif, Selalu belajar, dan Humoris.

Kreatif dan Inovatif
            Guru yang dicintai para siswa adalah guru kreatif. Guru kreatif adalah guru yang mampu menciptakan atau mencetuskan sesuatu yang baru dan unik.
            Dalam proses pembelajaran, guru kreatif dapat mengondisikan siswa untuk belajar dengan cara-cara yang unik dan menarik. Pembelakjarannya terasa segar dan merangsang karena ia senantiasa meggunakan cara-cara baru dan unik.
            Guru kreatif mampu menemukan dan menghasilkan berbagai cara, strategi, dan karya yang sangat bermanfaat untk keperlua pendidikan. Oleh karena itu, guru kreatif biasanya inovatif.
            Guru kreatif kaya akan gagasan dan cara dalam menghadapi setiap persoalan. Di tangan guru kreatif, pembelajaran selalu terasa menarik dan menggairahkan. Setiap keburukan yang menimpa dijadikannya sebagai peluang untuk mencapai kebaikan. Ia melahirkan banyak gagasan dan karya baru dan unik.

Selalu Belajar
            Anda tahu gergaji? Apa yang terjadi dengan gergaji yang tidak suka diasah? Tentu saja gergaji yang tidak pernah diasah akan tumpul. Gergaji yang tumpul apabila digunakan akan terasa berat dan hasil gergajiannya pun buruk. Guru ibarat geraji. Apabila jarang diasah, ia menjadi tumpul. Dan apabila gergaji pikiran guru tumpul, pembelajaran menjadi terasa berat dan hasilnya pun buruk sekali.
            Guru yang gergaji pikirannya selalu diasah dengan belajar sepanjang waktu terasa tajam. Ia merasa ringan dalam melaksanakan proses pembelajaran dan hasil pembelajarannya pun baik. Guru yang senantiasa belajar, gagasannya selalu segar, proses pembelajarannya berjalan dengan baik dan menarik. Sebaliknya, guru yang tidak suka mengasah gergaji pikirannya, ia mengajar dengan berat, siswa-siswinya pun tidak senang diajar olehnya. Seorang guru besar UPI (Universtas Pendidikan Indonesia), Prof. Naution pernah  mengatakan bahwa seorang sarjana yang tidak mau belajar lagi setelah menyelesaikan pendidikannya, ia kan mengalami erosi ilmu sebesar 10 persen setiap tahunnya.
            Pada era informasi, seorang guru tidak sepatutnya mengabaikan informasi yang ada. Guru yang tidak suka belajar lagi, pembelajarannya tidak up to date dan kurang dapat menarik perhatian siswa.
            Jadi, agar gagasan-gagasan kita baru dan selalu up to date, maka kita harus membiasakan diri belajar setiap waktu.

Humoris
            Pembelajaran yang dilakukan tanpa diselingi humor terasa membosankan dan menjenuhkan. Para siswa tidak menyukai guru yang pembelajarannya monoton. Sebaliknya, guru yang disukai para siswa adalah guru yang pembelajarannya menarik. Dan salah satu cara membuat pembelajaran menarik ialah dengan humor.
            Tentu saja humor yang dimaksud di sini adalah humor yang mendidik (edukati) dan terkendali. Humor tidak edukatif sebaiknya tidak dilakukan. Apalagi jika humor dilakukan tanpa kendali. Humor yang dilakukan tanpa kendali mnegakibatkan pembelajaran tidak efektif.
            Berikut ini beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari kebiasaan humor, di antaranya:
  1. pembelajaran jadi lebih bervariasi dan nuansanya hidup;
  2. ketegangan saat pembelajaran dapat dikurangi;
  3. menciptakan komunikasi yang familiar;
  4. meregangkan saraf-saraf yang tegang sehingga menjadi lebih rileks; dan
  5. menciptakan daya tarik pembelajaran.

Guru hebat, mulai saat ini mari kita mulai mencoba ketiga resep menjadi guru menyenagkan di atas jika kita belum melakukannya. Bagi yang sudah pertahankan ya, dan cari inovasi yang lebih seru lagi. Selamat mencoba!
           

Komentar Film Rindu Purnama

Trailer Rindu Purnama

Empati itu Penting, Bijaksana itu Harus! (Menjadi Guru Menyenangkan Part 3)



            Kali ini menjadi guru menyenangkan yang paling penting memiliki empati, dan harus bijaksana. Berikut akan kita ulas mengenai dua hal tersebut.
            Empati mempunyai pengertia yang hampir mirip dengan simpati. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati betul dalam memahaminya. Menurut Bennet, empati adalah partisipasi emosional dan intelektual secara imajinatif pada pengalaman orang lain.
            Apabila kita perhatikan dengan seksama, empati berbeda dengan simpati. Empati menekankan pada partisipasi secara emosional dan intelektual pada pengalaman orang lain, sedangkan simpati menekankan pada penempatan diri secara imajinatif pada posisi orang lain.
            Empati dapat diartikan bagaimana kita membeyangkan  pikiran atau perasaan orang lain menurut persepsi orang yang bersangkutan. Sedangkan simpati adalah kita menempatkan diri kita seperti orang lain dengan menggunakan persepsi kita. Dalam empati kita membayangkan perasaan atau pikiran orang lain, tetapi dalam simpati kita membayangkan apabila kita menjadi orang lain.
            Guru empati dapat membayangkan pikiran dan perasaan siswa menurut persepsi mereka, bukan menurut persepsi guru. Misalnya, dalam proses pembelajaran, seorang guru empati merancang dan melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan alam dan pikiran dan perasaan siswa, bukan sesuai dengan alam pikir dirinya. Hal ini tercermin dalam bahasa yang digunakan dan cara memperlakukan siswa.
            Guru empati berbeda dengan guru biasa dalam memperlakukan siswa-siswinya.
            Perhatikan dua contoh perbedaan yang mencolok antara guru empati dan guru tidak empati dalam menghadapi siswa.

Contoh 1
Cara Guru Tidak Empati dalam menyelesaikan persoalan siswa yang terlambat masuk sekolah.
Guru     : ”Mengapa kamu datang terlambat?”
Siswa   : ”Saya terlambat bangun, Bu.”
Guru     : “Ah, alasan kamu! Tidakkah kamu tahu kalau sekolah dimulai pukul 07.00?”
Siswa   : ”Saya tahu, Bu. Tapi kali ini saya benar-benar terlambat bangun. Saya menyesal
   datang terlambat.”
Guru     : ”Ya, sudah. Besok tidak boleh terlambat lagi. Awas kalau terlambat lagi!”

            Coba anda amati kalimta-kalimat yang disampaikan sang guru terhadap siswa dalam ilustrasi tersebut. Kata-kata yang digunakannya adalah kata-kata yang menyudutkan, menyalahkan, dan mengundang rasa tidak nyaman. Bahkan, di dalamnya terdapat kalimat yang mengancam siswa.

Contoh 2
Cara Guru Empati dalam menyelesaikan persoalan siswa yang terlambat masuk sekolah.
Guru     : ”Mengapa kamu datang terlambat, Nak?”
Siswa   : ”Saya terlambat bangun, Bu.”
Guru     : “Kamu tidur terlampau larut tadi malam?”
Siswa   : ”Betul, Bu. Saya nonton pertandingan sepak bola.”
Guru     : ”Kamu sangat menyukai sepak bola?”
Siswa   : ”Betul, Bu. Saya pecinta sepak bola.”
Guru     : ”Kamu mencintai sepak bola?”
Siswa   : ”Ya, Bu.”
Guru     : ”Kamu tidak mau kehilangan kesempatan nonton sepak bola?”
Siswa   : Betul, Bu.”
Guru     : ”Kamu juga sebetulnya tidak mau terlambat sekolah?”
Siswa   : ”Betul, Bu.”
Guru     : ”Kamu dapat mengatur waktumu agar kecintaanmu terhadap sepak bola tidak
   mengganggu sekolahmu?”
Siswa   : ”Bisa, Bu. Lain kali saya tidak akan terlambat ke sekolah, meskipun habis
    nonton sepak bola.”
Guru     : ”Kamu merasa itu pilihan yang terbaik untukmu?”
Siswa   : ”Ya, Bu.”
(Guru mengangguk, lalu mempersilakan siswa masuk kelas).

            Dari dialog tersebut, tampak dengan jelas perbedaan sikap guru empati dengan guru tidak empati. Contoh kasus 1 menggambarkan sikap guru tidak empati. Siswa merasa tidak nyaman dngan sikap guru tersebut. Ia sebetulnya sudah tahu bahwa dirinya tidak mau terlambat ke sekolah, dan ia menyesal. Akan tetapi, pertanyaan dan ancaman guru semakin membuat dirinya merasa bersalah yang mendalam. Sikap guru seperti itu dapat mengundang siswa tidak hormat pada guru, bahkan dapat menimbulkan rasa marah da dendam siswa kepada guru.
            Sebaliknya, pada contoh kaus 2, guru memesisikan diri pada persepsi dan perasaan siswa yang terlambat sehingga akhirnya siswa menyadari kekeliruannya dengan penuh kesadaran. Bahkan, ia menemukan solusinya tanpa harus merasa ditekan atau diancam oleh guru. Kecintaannya pada sepak bola tidak dicela oleh guru. Akan tetapi, pada kasus pertama, guru sama sekali tidak menghargai kesukaan siswa pada sepak bola.
            Sebagai manusia, para siswa dapat membedakan guru empati dan guru tidak empati. Guru empati sangat menyenangkan sehingga bisa dijadikan seaa orang tua dan sahabat. Guru empati aman untuk dijadikan sebagai tempat curhat. Wajarlah, apabila guru empati disukai dan disayangi para siswanya.
Di tangan guru empati, para siswa tunduk dan patuh serta terbu. Oleh karena itu, guru empati memiliki kekuatan psikologis yang luar biasa.
            Dalam kehidupan sehari-hari, ada sementara guru yang berpandangan bahwa sikap empati membuat guru tidak dihargai siswa. Pendapat ini tentu saja kurang berdasar. Yang menyebabkan guru tidak dihargai siswa bukan empatinya, melainkan sikapnya yang sering mencela, memaki, dan tidak menghargai perasaan serta pikiran siswa alias guru otoriter atau guru yang tidak memegang nilai-nilai dalam menghadapi siswa (tidak proaktif).
            Bagi guru pada era globalisasi seperti sekarang ini, sikap dan perlakuan empati kepada siswa merupakan tuntutan mutlak untuk mencapai hubungan yang harmonis dan edukatif dengan siswa. Tanpa sikap ini, pola komunikasi dan hubungan antara siswa dan guru dalam pendidikan akan terasa dingin dan memiliki jarak psikologis, bahkan cenderung menegangkan. Akibatnya, proses pendidikan tidak mencapai hasil yang optimal.
            Nah, para guru hebat dimanapun anda berada, bagaimana?Sudahkah anda bersikap empati kepada siswa-siswi anda?

            Ternyata, memiliki empati saja tidak cukup. Untuk menjadi guru yang menyenangkan satu hal lagi yang harus dimiliki adalah sikap Bijaksana.
            Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta, arti kata bijaksana adalah menggunakan akan pikiran dan pengalamannya. Ini berarti bahwa orang bijaksana adalah orang yang senantiasa menggunakan akal dan pikirannya dalam menghadapi atau memutuskan persoalan. Orang bijaksana tidak emosional dalam menghadapi seuatu. Ia pun tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Setiap persoalan dihadapinya dengan akal sehat. Setiap keputusan dipertimbangkan masak-masak didasarkan pada ilmu pengetahuan yang luas.
            Seorang guru dikatakan bijaksana apabila dalam menghadapi setiap persoalan senantiasa mempertimbangkan dengan akal sehat dan mendasarkannya pada ilmu pengetahuan. Ia tidak reaktif dan emosional. Misalnya, apabila ia menghadapi siswa yang melakukan kesalahan, ia tidak dengan serta-merta menyalahkan, mencela, memaki, dan menghukum siswa. Dengan tenang dan penuh kesabaran, ia mengumpulkan berbagai bukti secara objektif. Setelah bukti tersebut ditemuka, ia mempertimbangkan kemanfaatan, baik bagi siswa yang melakukan kesalahan tersebut maupun bagi kebaikan umum.
            Guru bijaksana merancang dan melaksanakan pembelajaran seuai dengan kemampuan dan keadaan siswa-siswinya. Ia tidak memaksakan kehendaknya sendiri pada anak-anak. Ia tidak berlebihan dalam memberikan tugas, tapi disesuaikan dengan kebutuhan dan keperluan siswa.
            Secara umum, para siswa menyukai guru yang bijaksana. Mengapa demikian? Sebab, dari guru bijaksana mereka mendapatkan pelajaran untuk kehidupannya. Mereka merasa diperlakukan secara m,anusiawi, tidak semena-mena. Berbeda halnya degan guru yang tidak bijaksana. Guru tidak bijaksana memperlakukan siswa semaunya, menurut perasaannya. Jika tidak menyukai siswa tertentu, guru tidak bijaksana akan meindasanya, terutama secara psikologis.
            Guru tidak bijaksana kan terjerumus ke dalam perbuatan merusakkan mentalitas siswa tanpa disadari. Ia akan memperlakukan siswa seperti memperlakukan orang dewasa lain yang tidak disukai. Bahkan ia bisa lupa bahwa tugas dirinya adalah memperbaiki siswa bukan merusakkannya.
            Ada yang berpendapat bahwa bijaksana berarti melanggar hukum. Pendapat ini tentu saja tidak dapat dibenarkan. Bijaksana bukan melanggar hukum. Justru bijaksana berarti melaksanakan hukuk sesuai dengan kebutuhan dan keperluan.
            Wahai para guru, sudahkah anda bersikap dan bertindak bijaksana terhadap siswa-siswi anda?
            Menjadi guru menyenangkan tak cukup hanya memiliki empati saja, tetapi juga harus punya sikap bijaksana. Anda sudah SIAP? HARUS!

Minggu, 09 Januari 2011

Kamis, 06 Januari 2011

Guru PINTAR?Banyak..., Guru Cerdas?Belum Tentu ... (Menjadi Guru Menyenangkan Part 2)

Orang cerdas pasti pintar. Akan tetapi, orang pintar belum tentu cerdas. Oleh sebab itu, cerdas tidak boleh diterjemahkan sama dengan pintra. Orang cerdas lebih dari sekedar pintar. Jika orang pintar menguasai banyak ilmu pengetahuan dan intelektualnya bagus, orang cerdas tidak hanya menguasai banyak ilmu pengetahuan saja, tetapi ia mampu mempergunakan ilmu pengetahuannya untuk menolong dirinya dalam setiap situasi.
Guru cerdas adalah guru yang memiliki bayak ilmu pengetahuan disertai dengan kemampuan menggunakan ilmu pengetahuannya itu untuk menolong diri dan lingkungannya dalam menghadapi setiap situasi. Di tangan guru cerdas, setiap persoalan pendidikan di sekolah dapat diatasi. Oleh sebab itu, guru cerdas sangat dirindukan oleh siswa. Dari guru cerdas, siswa belajar banyak tentang ilmu pengetahuan dan bagaimana menggunakan ilmu pengetahuannya itu dalam kehidupan.
Kecerdasan seorang guru yang dirindukan siswa tentu saja tidak hanya sekedar cerdas intelektual saja, tapi meliputi berbagai kecerdasan lainnya, seperti kecerdasan sosial, emosional, dan kecerdasan spiritual. Guru yang cerdas secara intelektual, sosial, emosional, dan spiritual tentu saja merupakan aset termahal dalam dunia pendidikan.
Para siswa akan bangga memiliki guru cerdas. Bahkan, bukan hanya sebatas bangga, melainkan mereka juga akan belajar banyak darinya. Para siswa merasa tenang berada di samping orang dewasa yang cerdas. Mereka pun dapat tumbuh menjadi cerdas seperti gurunya.
Apakah anda sudah termasuk ke dalam guru cerdas? sekarang juga, tanya pada diri anda!